Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Catatan Menyambut 20 Mei 2015!

AGENDA nasional untuk 20 Mei 2015 meliputi peringatan 107 tahun Hari Kebangkitan Nasional, dan 17 tahun reformasi. Untuk Kebangkitan Nasional, kini bangsa kita telah berdaulat sebagai bangsa merdeka, sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Itu secara politik. 

Namun, dalam sosial ekonomi dan iptek, masih tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Reformasi merupakan tahapan sejarah bangkitnya kesadaran bangsa untuk meretas semua kendala penyebab ketertinggalan itu. Tapi setelah 17 tahun reformasi, hasilnya masih jauh dari memuaskan. Usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama pada lapisan sosial terbawah, belum optimal.

Hambatan utama usaha memajukan kesejahteraan rakyat itu sejak era Orde Baru, terutama pada gairah korupsi yang tinggi pada pejabat dan penyelenggara negara. Prioritas pengelolaan anggaran negara dan daerah adalah untuk memperkaya diri para pejabat dan kroninya. 

Karena itu, kegiatan memberantas korupsi ditegaskan pentingnya dalam reformasi. Tapi, nyatanya di periode awal reformasi korupsi justru tambah marak, para politikus di parlemen pusat dan daerah semakin ramai yang terlibat korupsi. 

Saat penindakan korupsi mulai tajam, selain politikus juga jajaran penegak hukum diungkap korupsinya, ketajaman penindakan korupsi itu justru ditumpulkan kembali. Ketajaman penindakan korupsi pada aparat penegak hukum itu untuk membersihkan sapu dalam penegakan hukum. Dalam membersihkan negara dari korupsi, kalau sapunya kotor lantai bersih yang disapu malah ikut jadi kotor. Menjelang 20 Mei, penumpulan itu jadi keprihatinan. 

Hal berikutnya penghambat peningkatan kesejahteraan rakyat adalah rendahnya kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan program pemerintah. Contohnya dalam pelaksanaan harga gabah dan beras petani. Menurut Inpres Nomor 5/2015 tanggal 17 Maret 2015, harga gabah petani Rp3.700/kg dan beras Rp7.300/kg. 

Tapi hasil pemantauan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, di seluruh Tanah Air petani hanya menerima hasil penjualan gabah Rp3.000—Rp3.400/kg, dan beras Rp6.700—Rp7.200/kg. Padahal, harga beras di pasar Rp7.500—Rp10.500/kg. (detik.com, 14/5) Akibatnya, petani selalu mendapat harga lebih rendah. 

Daya belinya jadi rendah menghambat usaha peningkatan kesejahteraannya. Kelemahan birokrat ini terjadi dalam banyak hal, menghambat peningkatan kesejahteraan dari berbagai aspeknya. Tampak, betapa relevan pada 20 Mei menyegarkan agenda reformasi, mendorong kebangkitan nasional di bidang yang tertinggal dari bangsa lain. ***

0 komentar: