Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Indonesia Dekati Layak Investasi!

LEMBAGA pemeringkat investasi internasional, Standard & Poor's (S&P), Kamis (21/5), meningkatkan prospek peringkat utang Indonesia dari stabil menjadi positif dengan afirmasi peringkat utang Indonesia pada BB+. (Kompas, 22/5).
Dengan peningkatan prospek itu diharapkan 6 sampai 12 bulan ke depan Indonesia mendapat kenaikan peringkat utang dengan meraih predikat layak investasi (investment grade). S&P satu-satunya pemeringkat yang belum memberikan predikat layak investasi kepada Indonesia. 

Dua lembaga lainnya, Moody's dan Fitch, telah memberikan sejak 2011. Padahal, pengakuan terhadap predikat layak investasi untuk diikuti penanaman modal, jika lengkap diberikan oleh ketiga lembaga pemeringkat. Faktor utama yang mendukung peningkatan prospek Indonesia itu, menurut analis utama S&P untuk Indonesia, Kyran A. Curry, adalah perbaikan kerangka kebijakan otoritas di Tanah Air.

 Perbaikan itu berhasil meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dan sistem keuangan RI. Kebijakan yang lebih efektif dan terarah juga telah memperkuat sektor fiskal dan cadangan devisa serta memperbaiki ketahanan eksternal perekonomian. Syarat meraih predikat layak investasi itu, menurut S&P, dalam 12 bulan mendatang target peningkatan kualitas pengeluaran pemerintah dapat dicapai. Hal itu mencakup konsistensi penerapan kebijakan harga BBM sesuai harga pasar dan pengalokasian anggaran investasi pemerintah secara efisien.

Dari keharusan konsisten menerapkan kebijakan harga BBM pada harga pasar untuk mencapai predikat layak investasi dalam 12 bulan ke depan, tampak dasar peningkatan prospek itu penghapusan subsidi BBM. Kalau benar demikian, maka peningkatan prospek peringkat utang itu membawa konsekuensi ideologis. Sebab, menurut putusan MK, memberlakukan harga pasar atas BBM tak sesuai dengan konstitusi. Itu karena lembaga pemeringkat menganut sistem neoliberalisme yang digariskan World Trading Organization (WTO), sedang MK mengawal konstitusi dengan Pancasila.

 Konsekuensi berikutnya sebagai harga yang harus dibayar dengan orientasi condong ke neoliberalisme itu adalah terjadinya PHK ratusan ribu pekerja sektor industri hingga pengangguran Februari 2015 mencapai 7,45 juta orang dari puncak terdahulu Agustus 2012 sebanyak 7,24 juta, akibat pelambatan ekonomi dengan pertumbuhan pada kuartal I 2015 hanya 4,7%. Harapan tentu, predikat layak investasi terwujud tepat waktu sehingga semua konsekuensi itu rebound dengan terbukanya lapangan kerja baru! ***

0 komentar: