PRESIDEN Joko Widodo mengungkap saat ini dana milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebesar Rp180 triliun lebih banyak tersimpan di lembaga tersebut, yang dipakai untuk buruh baru keluar sebesar 5% buat investasi perumahan.
Padahal di negara-negara lain dana itu biasanya digunakan sebanyak 50%, ujar Jokowi. Oleh karena itu, dia meminta agar sistem tersebut segera diubah. "Kalau bisa, 40%—50% untuk menyiapkan perumahan bagi buruh, berapa banyak itu rumah yang bisa dibangun" kata dia. (Kompas.com, 4/5)
Saran Presiden agar dana BPJS tenaga kerja itu digunakan lebih banyak lagi untuk membangun rumah buruh, jelas amat tepat. Betapa dewasa ini buruh merupakan kelompok yang paling butuh rumah kelas bawah, mengatasi kondisi mereka yang banyak mengontrak di bedeng sempit dan kumuh.
Lebih dari itu, mereka harus membayar sewa rumah yang lazimnya terus naik, menguras gaji mereka yang kecil.
Akibatnya, mereka mengorbankan kualitas hidup keluarga dari segala dimensinya. Pemerintah kurang memperhatikan kebutuhan rumah kelas bawah, sedang pasokan untuk kelas atas berlebihan.
Pemerintah sekarang memang sedang fokus membangun sejuta rumah rakyat, yang peletakan batu pertamanya telah diletakkan Presiden Jokowi di Jawa Tengah, akhir April lalu.
Jadi, sarannya agar dana BPJS Ketenagakerjaan lebih besar lagi untuk pembangunan rumah buruh mendukung program tersebut.
Namun, dana BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp180 triliun itu sebagian besar adalah tabungan hari tua semua pekerja Indonesia.
Bukan hanya buruh, melainkan juga pegawai swasta perusahaan nasional dan asing. Dana itu harus siaga, bisa diambil pemiliknya kapan saja ia pensiun, wafat, atau kena PHK.
Dana itu selama ini dikelola selayaknya tabungan, seperti yang ditangani Jamsostek diberi bunga 10% per tahun.
Untuk itu, tentu dana itu dikelola dengan pilihan paling aman, seperti membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun reksadana yang bergaransi milik BUMN agar tetap bisa membayar bunga bagi penabung.
Bukan berarti dana tersebut tak bisa dipakai lebih besar untuk membangun rumah buruh, asalkan ada yang menjamin tetap membayar bunga tabungannya. Mungkin berupa subsidi dari pemerintah, sekaligus jaminan pemerintah akan menutup pembayaran tabungan hari tua semua pekerja itu apabila pengelolaannya jebol akibat dialihkan ke konsumtif! ***
0 komentar:
Posting Komentar