DEFLASI menekan negara-negara maju. Bank of Japan (BoJ) Jumat (29/1) menurunkan suku bunga acuannya hingga di bawah nol, jadi minus 0,1%. Sementara The Fed menunda kenaikan suku bunga acuan sampai Maret, menyatakan akan mendorong inflasi yang melemah akibat kejatuhan harga minyak ke arah target 2% dalam jangka menengah.
Deflasi itu kebalikan dari inflasi. Kalau inflasi terjadi karena daya beli masyarakat naik, barang banyak terjual dan harganya naik. Sementara deflasi karena kemampuan atau kemauan masyarakat untuk membeli menurun, penjualan barang menurun, harga pun turun.
Di negara miskin, deflasi terjadi akibat kemampuan ekonomi rakyat merosot hingga daya belinya tumpas. Jadi, mencerminkan naiknya penderitaan rakyat, tetapi kondisi yang memelas itu justru diklaim otoritas moneter dan fiskal sebagai sukses mengendalikan inflasi.
Beda di negara maju yang penduduknya hidup makmur, deflasi bukan karena tidak mampu membeli, melainkan karena tidak mau membelanjakan uangnya. Mereka lebih senang menyimpan uangnya di bank.
Oleh karena itu, untuk mengatasi deflasi, BoJ menerapkan suku bunga minus sehingga orang menyimpan uang di bank tidak menerima bunga uangnya, tetapi malah harus membayar bunga uangnya sendiri kepada bank. Dengan demikian, diharapkan masyarakat menarik uangnya dari bank dan dibelanjakan supaya ekonomi kembali berputar.
Ketua BoJ Haruhiko Kuroda mengatakan kebijakan BoJ diambil sebagai respons atas gejolak di pasar keuangan dan penurunan ekonomi. Menurut dia, dalam beberapa waktu ke depan, suku bunga di Jepang kemungkinan akan bertahan di level di bawah nol persen atau minus. (Kompas.com, 29/1) The Fed menyatakan ekonomi AS melambat di penghujung 2015.
Ada tiga indikator pelambatan ekomomi AS. Pertama, konsumsi masyarakat AS tidak banyak—gejala deflasi. Padahal, konsumsi domestik menyumbang dua pertiga ekonomi negara tersebut. Faktanya, penjualan ritel anjlok di bulan Desember. Kedua, sektor manufaktur AS sudah memasuki resesi. Pabrik-pabrik di AS menderita akibat perlambatan ekonomi global. Ketiga, korporasi AS membukukan kinerja buruk. Bursa S&P anjlok 7% selama Januari 2016. Apple, perusahaan AS berkapitalisasi terbesar di pasar, mencatat penurunan laba di kuartal pertama 2016, pertama dalam 13 tahun. "Kami menghadapi kondisi ekstrem yang belum kami alami sebelumnya," kata CEO Apple Tim Cook. (Kompas.com, 29/1)
Itulah deflasi, diklaim sebagai sukses penguasa negara miskin, tetapi membuat ekonomi tidak bergerak di negara maju. ***
Oleh karena itu, untuk mengatasi deflasi, BoJ menerapkan suku bunga minus sehingga orang menyimpan uang di bank tidak menerima bunga uangnya, tetapi malah harus membayar bunga uangnya sendiri kepada bank. Dengan demikian, diharapkan masyarakat menarik uangnya dari bank dan dibelanjakan supaya ekonomi kembali berputar.
Ketua BoJ Haruhiko Kuroda mengatakan kebijakan BoJ diambil sebagai respons atas gejolak di pasar keuangan dan penurunan ekonomi. Menurut dia, dalam beberapa waktu ke depan, suku bunga di Jepang kemungkinan akan bertahan di level di bawah nol persen atau minus. (Kompas.com, 29/1) The Fed menyatakan ekonomi AS melambat di penghujung 2015.
Ada tiga indikator pelambatan ekomomi AS. Pertama, konsumsi masyarakat AS tidak banyak—gejala deflasi. Padahal, konsumsi domestik menyumbang dua pertiga ekonomi negara tersebut. Faktanya, penjualan ritel anjlok di bulan Desember. Kedua, sektor manufaktur AS sudah memasuki resesi. Pabrik-pabrik di AS menderita akibat perlambatan ekonomi global. Ketiga, korporasi AS membukukan kinerja buruk. Bursa S&P anjlok 7% selama Januari 2016. Apple, perusahaan AS berkapitalisasi terbesar di pasar, mencatat penurunan laba di kuartal pertama 2016, pertama dalam 13 tahun. "Kami menghadapi kondisi ekstrem yang belum kami alami sebelumnya," kata CEO Apple Tim Cook. (Kompas.com, 29/1)
Itulah deflasi, diklaim sebagai sukses penguasa negara miskin, tetapi membuat ekonomi tidak bergerak di negara maju. ***
0 komentar:
Posting Komentar