Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ketika Wartawan Menjadi Oknum!

HPN—Hari Pers Nasional—9 Februari tahun ini di Lampung dironai keprihatinan, di depan sebutan profesi wartawan yang mulia itu diberi embel-embel “oknum”, mencirikan perilaku negatif seperti lazimnya “oknum”. Dalam hal ini dikaitkan dengan pemerasan terhadap kepala sekolah di Lampung Tengah sehingga puluhan kepala sekolah mundur demi menghindari intimidasi oknum wartawan dan LSM.

Kerja wartawan yang benar itu mencari berita, mengumpulkan informasi, menulis, mengolah atau mengedit, lalu menyiarkan kepada masyarakat. Tidak termasuk tugas wartawan mengintimidasi atau memeras orang, apalagi kepala sekolah. 

Jadi jelas tidak ada wartawan yang bertugas mengintimidasi dan memeras orang. Dengan demikian, bisa dipastikan oknum-oknum yang mengintimidasi dan memeras kepala sekolah itu bukan wartawan, melainkan cuma orang yang mengaku-aku wartawan alias gadungan! Para gadungan yang mengaku-aku wartawan itu oleh Ketua Dewan Pers Bagir Manan disebut abal-abal. 

Untuk itu, para pekerja pers di Lampung harus sepakat untuk tidak lagi menulis para pemeras itu dengan sebutan oknum wartawan, tapi cukup abal-abal. Dengan begitu bisa segera dipisahkan dan dibedakan secara tegas dan jelas antara wartawan dan abal-abal. Masyarakat pun mudah menyikapinya, abal-abal bukan wartawan. 

Dewan Pers sejak HPN 2010 di Palembang sudah mencanangkan program menyingkirkan sampai habis abal-abal. Programnya berupa sertifikasi wartawan melalui uji kompetensi wartawan (UKW). Tanpa peduli pemimpin redaksi maupun senior di medianya, semua wajib ikut UKW. Yang lulus diberi kartu pers dari Dewan Pers, dengan kualifikasi wartawan utama, wartawan madya, dan wartawan muda. 

Rencananya, setelah pemegang kartu Dewan Pers itu memadai jumlahnya, Dewan Pers akan mengumumkan kepada masyarakat, terutama di pemerintahan, yang berhak dilayani sebagai wartawan hanya mereka yang telah memiliki kartu pers dari Dewan Pers sebagai bukti telah lulus UKW. Setelah adanya pengumuman Dewan Pers itu, tentu sisa wartawan yang belum punya kartu Dewan Pers bergegas mengikuti UKW. Sedang abal-abal tak ada tempat lagi untuk beroperasi. 

Maraknya abal-abal memeras kepala sekolah di Lampung menjadi momentum bagi Dewan Pers untuk memberlakukan hanya pemegang kartu Dewan Pers yang bisa dilayani masyarakat sebagai wartawan. Setidaknya sebagai tahap awal hanya berlaku di Lampung, sebab sudah 407 wartawan atau lebih separuh anggota PWI Lampung selesai UKW. Sisanya bisa diprioritaskan. Abal-abal pun lebih cepat dihabisi. ***

0 komentar: