KAUM nelayan Tanah Air protes kenaikan pungutan hasil perikanan (PHP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kenaikan pungutan itu untuk usaha skala besar dari 2,5% menjadi 25%, skala menengah jadi 10%, dan skala kecil dari 1,5% menjadi 5%.
Sebagai wujud protes tersebut, sejumlah nelayan asal Sibolga dan Jakarta berencana mengajukan uji materi atas PP itu ke Mahkamah Agung. Uji materi itu akan dilakukan apabila Surat Permohonan Revisi PP Nomor 75 Tahun 2015 yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo pada 15 Januari 2016 tidak mendapat respons (Kompas.com, 11/2).
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan KKP konsisten menjalankan regulasi PHP berdasar PP 75/2015 tersebut. "Kita sudah putuskan dan beberapa pemangku kepentingan sudah setuju. Kenaikannya juga gradual dan progresif. Tidak semua kenaikan persentasenya sama," ujar Susi.
Namun, banyak pihak beranggapan regulasi tersebut memberatkan para nelayan. Sebab, kenaikan tarifnya ada yang sampai 10 kali lipat. Bahkan, terhadap nelayan kecil pun, tarifnya naik lebih tiga kali lipat, dari 1,5% menjadi 5%.
Atas anggapan itu, Susi berkilah hanya kapal-kapal yang berukuran sangat besar saja yang mengalami kenaikan tarif sangat tinggi. "Dan kapal-kapal yang sangat besar sekali itu kebanyakan bukan kapal Indonesia. Kenaikan yang sangat tinggi itu untuk kapal berukuran 200 gross ton (GT) ke atas," kata Susi.
Meskipun demikian, nyatanya justru para nelayan kecil dari Sibolga dan Jakarta yang mengirim surat ke Presiden meminta revisi PP 75/2015, sekaligus akan mengajukan uji materi ke MA atas PP tersebut. Dari situ bisa ditarik kesimpulan, nelayan kecil juga merasa berat dengan kenaikan pungutan lebih tiga kali lipat, dari 1,5% menjadi 5% itu.
Keberatan nelayan kecil itu mungkin layak mendapat perhatian pemerintah, terutama mengingat kehidupan nelayan kecil di Tanah Air kita dewasa ini relatif masih menderita atau belum mencapai tingkat berkecukupan.
Oleh karena itu, alangkah kurang bijaksananya pemerintah jika kepada nelayan yang hidupnya masih serbakekurangan itu diterapkan tarif pungutan yang berat diukur dari kemampuan mereka.
Pertimbangan itu tentu demi meringankan beban nelayan kecil agar mereka bisa meningkatkan kesejahteraan. Jangan sampai sudah pun tak bisa menaikkan kesejahteraan nelayan kecil, malah diperas pula oleh pemerintah! ***
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan KKP konsisten menjalankan regulasi PHP berdasar PP 75/2015 tersebut. "Kita sudah putuskan dan beberapa pemangku kepentingan sudah setuju. Kenaikannya juga gradual dan progresif. Tidak semua kenaikan persentasenya sama," ujar Susi.
Namun, banyak pihak beranggapan regulasi tersebut memberatkan para nelayan. Sebab, kenaikan tarifnya ada yang sampai 10 kali lipat. Bahkan, terhadap nelayan kecil pun, tarifnya naik lebih tiga kali lipat, dari 1,5% menjadi 5%.
Atas anggapan itu, Susi berkilah hanya kapal-kapal yang berukuran sangat besar saja yang mengalami kenaikan tarif sangat tinggi. "Dan kapal-kapal yang sangat besar sekali itu kebanyakan bukan kapal Indonesia. Kenaikan yang sangat tinggi itu untuk kapal berukuran 200 gross ton (GT) ke atas," kata Susi.
Meskipun demikian, nyatanya justru para nelayan kecil dari Sibolga dan Jakarta yang mengirim surat ke Presiden meminta revisi PP 75/2015, sekaligus akan mengajukan uji materi ke MA atas PP tersebut. Dari situ bisa ditarik kesimpulan, nelayan kecil juga merasa berat dengan kenaikan pungutan lebih tiga kali lipat, dari 1,5% menjadi 5% itu.
Keberatan nelayan kecil itu mungkin layak mendapat perhatian pemerintah, terutama mengingat kehidupan nelayan kecil di Tanah Air kita dewasa ini relatif masih menderita atau belum mencapai tingkat berkecukupan.
Oleh karena itu, alangkah kurang bijaksananya pemerintah jika kepada nelayan yang hidupnya masih serbakekurangan itu diterapkan tarif pungutan yang berat diukur dari kemampuan mereka.
Pertimbangan itu tentu demi meringankan beban nelayan kecil agar mereka bisa meningkatkan kesejahteraan. Jangan sampai sudah pun tak bisa menaikkan kesejahteraan nelayan kecil, malah diperas pula oleh pemerintah! ***
0 komentar:
Posting Komentar