MENTERI Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, Senin (8/2/2016), seusai mengunjungi Pasar Induk Cipinang, menyatakan harga beras sudah turun menjadi rata-rata Rp7.500/kg dari sebelumnya di kisaran Rp8.300/kg.
"Beras turun bervariasi pas sidak tadi, dari Rp500—Rp800/kg. Sekarang harganya lebih murah, harganya Rp7.500/kg," ujar Amran. (detikfinance, 8/2/2016)
Menurut Mentan, panen raya di beberapa daerah membuat pasokan beras melimpah. Stok beras di pasar induk saat ini mencapai 52 ribu ton, lebih besar dibanding hari biasanya 32 ribu ton. Ini merupakan angka stok tertinggi dalam 15 bulan terakhir.
Dengan harga Rp7.500/kg, berarti tak jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP) ke petani berdasar Inpres No. 5/2015, yakni Rp7.300/kg. Kedekatan harga itu bisa dipahami karena HPP baru itu merupakan penyesuaian dari Inpres No. 3/2012, Rp6.600/kg.
Namun, terlalu dekatnya harga di pasar induk dengan HPP itu layak dikhawatirkan sebagai akibat terlalu rendahnya pembelian dari petani di tengah panen raya yang berlimpah. Selisih (spread) harga hanya Rp200/kg untuk biaya transpor sejak dari lapangan sampai pasar induk serta keuntungan pedagang berantai dari lapangan hingga pasar induk, cukup mengisyaratkan amat rendahnya harga pembelian dari petani di lapangan.
Kalau itu yang terjadi, tujuan penetapan harga pembelian gabah dan beras lewat Inpres untuk menjaga harga pembelian di lapangan tetap menguntungkan dan menyejahterakan petani telah gagal. Untuk itu, spread yang ideal untuk biaya transpor dan keuntungan pedagang pada berbagai jenjangnya dari HPP perlu dihitung secara lebih ideal agar petani produsen bisa menikmati hasil panennya untuk peningkatan kesejahteraan keluarganya di satu pihak, dengan di lain pihak konsumen tetap mendapatkan beras dengan harga yang wajar. Jadi bukan asal harga beras murah bangga, padahal petani tercekik dari zaman ke zaman.
Komitmen penguasa, dalam arti seluruh kekuatan politik bangsa, untuk menjamin kesejahteraan petani melalui penetapan harga produksinya menjadi penentu kesejahteraan petani sebagai kelompok sosial yang paling lemah. Di Jepang, misalnya, harga beras dipatok 300 yen/kg, semua politikus melindungi kepentingan petani. Pada 2007 Sinzo Abe membuat kebijakan kurang menguntungkan petani, semua kekuatan politik termasuk dari partai sendiri menekannya, hingga ia mengundurkan diri dari perdana menteri.
Tentu saja petani kita merindukan totalitas kekuatan politik yang berpihak pada kepentingan petani. ***
Menurut Mentan, panen raya di beberapa daerah membuat pasokan beras melimpah. Stok beras di pasar induk saat ini mencapai 52 ribu ton, lebih besar dibanding hari biasanya 32 ribu ton. Ini merupakan angka stok tertinggi dalam 15 bulan terakhir.
Dengan harga Rp7.500/kg, berarti tak jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP) ke petani berdasar Inpres No. 5/2015, yakni Rp7.300/kg. Kedekatan harga itu bisa dipahami karena HPP baru itu merupakan penyesuaian dari Inpres No. 3/2012, Rp6.600/kg.
Namun, terlalu dekatnya harga di pasar induk dengan HPP itu layak dikhawatirkan sebagai akibat terlalu rendahnya pembelian dari petani di tengah panen raya yang berlimpah. Selisih (spread) harga hanya Rp200/kg untuk biaya transpor sejak dari lapangan sampai pasar induk serta keuntungan pedagang berantai dari lapangan hingga pasar induk, cukup mengisyaratkan amat rendahnya harga pembelian dari petani di lapangan.
Kalau itu yang terjadi, tujuan penetapan harga pembelian gabah dan beras lewat Inpres untuk menjaga harga pembelian di lapangan tetap menguntungkan dan menyejahterakan petani telah gagal. Untuk itu, spread yang ideal untuk biaya transpor dan keuntungan pedagang pada berbagai jenjangnya dari HPP perlu dihitung secara lebih ideal agar petani produsen bisa menikmati hasil panennya untuk peningkatan kesejahteraan keluarganya di satu pihak, dengan di lain pihak konsumen tetap mendapatkan beras dengan harga yang wajar. Jadi bukan asal harga beras murah bangga, padahal petani tercekik dari zaman ke zaman.
Komitmen penguasa, dalam arti seluruh kekuatan politik bangsa, untuk menjamin kesejahteraan petani melalui penetapan harga produksinya menjadi penentu kesejahteraan petani sebagai kelompok sosial yang paling lemah. Di Jepang, misalnya, harga beras dipatok 300 yen/kg, semua politikus melindungi kepentingan petani. Pada 2007 Sinzo Abe membuat kebijakan kurang menguntungkan petani, semua kekuatan politik termasuk dari partai sendiri menekannya, hingga ia mengundurkan diri dari perdana menteri.
Tentu saja petani kita merindukan totalitas kekuatan politik yang berpihak pada kepentingan petani. ***
0 komentar:
Posting Komentar