MINAT atau komitmen investasi Tiongkok di Indonesia pada Januari 2016 naik 1.564% dibanding bulan sama tahun lalu, dengan nilai 1,81 miliar dolar AS, atau menyumbang 23% dari total minat investasi yang masuk ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Namun, dari besarnya nilai investasi, Tiongkok di peringkat kedua setelah Singapura, yang mencatatkan komitmen investasi sebesar 7,5 miliar dolar AS. Sementara minat investasi Jepang dan Korea Selatan hanya tumbuh 30% dan 318%. (detikfinance, 3/2/2016)
Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis menyatakan faktor testimoni tentang kisah sukses, yang menyebar dari mulut ke mulut di kalangan investor Tiongkok, menjadi pendorong melonjaknya minat investasi dari Negeri Tirai Bambu itu ke Indonesia. "Makin ke sini makin banyak success story, bahwa ternyata Indonesia enggak susah. Awal investor datang kan how to do business, akhirnya ke sini-sini sudah tahu bebaskan lahan, sudah tahu layanan izin tiga jam, urus IMB, sudah tahu ada BKPM," ujar Azhar.
Besarnya komitmen investasi dari Tiongkok tentu menggembirakan karena Tiongkok merupakan pemilik cadangan devisa terbesar dunia di luar AS, dengan nilai mendekati 4 triliun dolar AS. Sehingga, kalau komitmen investasinya hanya 1,81 miliar dolar AS, sebenarnya tergolong kecil juga.
Belum lagi kalau diingat ucapan Kepala BKPM Franky Sibarani beberapa waktu lalu, tingkat realisasi investasi Tiongkok cenderung kecil, hanya sekitar 10% dari komitmennya. Jadi, harapannya, yang 10% itu pun benar-benar direalisasikan.
Ketiga, kalaupun Tiongkok menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia, semua pihak harus dengan saksama menjaga agar Indonesia tidak sampai jadi Mozambik kedua. Itu adalah suatu kondisi saat semua proyek Tiongkok di negeri itu dikerjakan oleh pekerja yang didatangkan dari daratan Tiongkok, hingga warga Mozambik yang dilimpahi banyak penganggur itu cuma jadi penonton.
Itu bisa terjadi karena para pengusaha Tiongkok mengerjakan proyeknya dengan peralatan made in Tiongkok yang instrumen dan manualnya memakai huruf kanji dan bahasa Mandarin sehingga warga Mozambik tidak bisa mengoperasikannya.
Untuk menghindari agar hal serupa tidak terjadi di Indonesia, pemerintah harus tegas agar peralatan kerja yang dibawa dari Tiongkok dibuatkan manual petunjuk pengoperasiannya dalam huruf dan bahasa Indonesia. Tanpa ketegasan pemerintah untuk itu, bersiaplah Indonesia menjadi Mozambik kedua! ***
Besarnya komitmen investasi dari Tiongkok tentu menggembirakan karena Tiongkok merupakan pemilik cadangan devisa terbesar dunia di luar AS, dengan nilai mendekati 4 triliun dolar AS. Sehingga, kalau komitmen investasinya hanya 1,81 miliar dolar AS, sebenarnya tergolong kecil juga.
Belum lagi kalau diingat ucapan Kepala BKPM Franky Sibarani beberapa waktu lalu, tingkat realisasi investasi Tiongkok cenderung kecil, hanya sekitar 10% dari komitmennya. Jadi, harapannya, yang 10% itu pun benar-benar direalisasikan.
Ketiga, kalaupun Tiongkok menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia, semua pihak harus dengan saksama menjaga agar Indonesia tidak sampai jadi Mozambik kedua. Itu adalah suatu kondisi saat semua proyek Tiongkok di negeri itu dikerjakan oleh pekerja yang didatangkan dari daratan Tiongkok, hingga warga Mozambik yang dilimpahi banyak penganggur itu cuma jadi penonton.
Itu bisa terjadi karena para pengusaha Tiongkok mengerjakan proyeknya dengan peralatan made in Tiongkok yang instrumen dan manualnya memakai huruf kanji dan bahasa Mandarin sehingga warga Mozambik tidak bisa mengoperasikannya.
Untuk menghindari agar hal serupa tidak terjadi di Indonesia, pemerintah harus tegas agar peralatan kerja yang dibawa dari Tiongkok dibuatkan manual petunjuk pengoperasiannya dalam huruf dan bahasa Indonesia. Tanpa ketegasan pemerintah untuk itu, bersiaplah Indonesia menjadi Mozambik kedua! ***
0 komentar:
Posting Komentar