Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kala Kemiskinan seperti Mengejek!

ANGKA kemiskinan terkesan seperti mengejek. Dengan segala usaha mengatasi kemiskinan ditempuh pemerintahan Jokowi-JK, dari program keluarga harapan (PKH) Rp1 juta per keluarga, beasiswa miskin, hingga berobat gratis lewat BPJS, jumlah orang miskin malah bertambah 780 ribu orang dari 27,73 juta pada September 2014 menjadi 28,51 juta pada September 2015.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, meningkatnya angka kemiskinan itu antara lain dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November 2014 dan juga imbas dari pelambatan ekonomi yang menekan indikator kesejahteraan di sektor riil. (Antara, 4/1/2016) 

Namun, dengan harga BBM di pasar dalam negeri mulai turun, meski tak setajam di pasar internasional, juga pelambatan ekonomi mulai berbalik arah dari triwulan II 2015 ekonomi hanya tumbuh 4,68% pada triwulan akhir tahun jadi 5,04%, diharapkan jumlah orang miskin bisa lebih rendah dari September 2014. 

Meski demikian, perlu diingat, usaha mengatasi kemiskinan sering kurang berhasil meski total dana yang digelontorkan secara nasional besar sekali, bisa lebih Rp100 triliun setahun. Seperti di tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK, jumlah orang miskin justru bertambah ratusan ribu orang. Kemungkinan penyebabnya, karena tidak simultannya usaha pengentasan kemiskinan. 

Artinya, di satu sisi pemerintah menjalankan program mengentaskan kemiskinan, di sisi lain pemerintah membuat kebijakan yang memicu peningkatan kemiskinan. Dari uraian Suryamin, tampak kebijakan menaikkan harga BBM yang memicu kenaikan harga beras sampai 14,48% menjadi penyebab peningkatan kemiskinan era awal Jokowi. 

Artinya, untuk selanjutnya harus dijaga tidak ada kebijakan pemerintah yang tak simultan dengan upaya menurunkan kemiskinan. Selain bantuan langsung lewat PKH, beasiswa miskin, berobat gratis lewat BPJS, usaha menurunkan kemiskinan juga dilakukan lewat memperingan beban rakyat dari berbagai pungutan, saat ribuan perda retribusi dan pajak daerah dihapus oleh Pemerintah Pusat. 

Namun, di sisi lain, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015, pemerintah malah menaikkan pungutan hasil perikanan (PHP) kepada nelayan kecil lebih tiga kali lipat dari 1,5% menjadi 5%. Ini tidak adil bagi nelayan kecil karena selain ribuan pungutan di sektor lain yang terkait rakyat kelas bawah dihapus oleh pemerintah, nelayan juga masih menjadi kelompok sosial termiskin di negeri ini. 

Sekalian itu menunjukkan usaha pengentasan kemiskinan tidak simultan! ***

0 komentar: