LEMBAGA pemeringkat Standard & Poor (S&P) melaporkan pertumbuhan yang signifikan aset perbankan syariah Indonesia dengan kenaikan secara agregat 35,5% sepanjang lima tahun (2010—2014). Namun, sejak semester I 2015 kondisi industri keuangan syariah di Indonesia bersifat tetap atau stagnan, dibanding pertumbuhan 5% perbankan konvensional.
Perlambatan keuangan syariah di Indonesia diakibatkan perlambatan perekonomian, lemahnya konsumsi domestik, rendahnya investasi, serta perlambatan ekonomi Tiongkok. "Kami berpendapat pada 2016 hal yang sama terjadi," tulis S&P dalam rilisnya ke Kompas.com, Jumat (19/2/2016).
Selain pelambatan ekonomi, penyebab lain stagnasi perbankan syariah menurut S&P karena pasar keuangan syariah di Indonesia masih kecil dibandingkan industri keuangan di negara ini. Dengan ukurannya yang kecil, pasar keuangan syariah kehilangan kapasitas untuk mendapatkan keuntungan dari banyaknya entitas korporasi dan aneka proyek infrastrukrur (yang berskala megaproyek).
Berikutnya, kerangka perundangan di industri keuangan syariah masih dikembangkan—pekan ini Dewan Syariah Nasional MUI melakukan sosialisasi empat fatwa terbaru terkait industri keuangan syariah—serta kurangnya sumber daya manusia berkualitas di area ini. Namun, S&P melihat perbankan syariah lokal di Indonesia akan mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh dalam jangka menengah, dengan prospek pertumbuhan yang sehat. Sebab, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan penetrasi perbankan masih rendah.
Untuk mengatasi perbankan syariah dari stagnasinya, ada aneka proyek infrastruktur energi dan transportasi yang mendorong investasi hingga 40—50 miliar dolar AS per tahun dalam beberapa tahun ke depan. Maksudnya, kalau pemerintah selama ini positif mendukung perbankan syariah, beberapa pendanaan infrastruktur bisa dipercayakan pada perbankan syariah—yang selama ini juga sudah dipercaya mengelola sukuk (surat berharga/utang negara syariah).
Langkah pemerintah memberi perhatian dan dukungan ke perbankan syariah tersebut perlu dilakukan dengan prioritas oleh pemerintahan Jokowi-JK, karena stagnasi pertumbuhan perbankan syariah terjadi pada 2015 dan selanjutnya justru sepanjang pemerintahan Jokowi-JK, setelah lima tahun sebelumnya tumbuh dengan signifikan.
Dukungan pemerintah tersebut bukan untuk pencitraan, tapi membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi-JK bukan era yang buruk bagi industri keuangan syariah Indonesia. ***
Selain pelambatan ekonomi, penyebab lain stagnasi perbankan syariah menurut S&P karena pasar keuangan syariah di Indonesia masih kecil dibandingkan industri keuangan di negara ini. Dengan ukurannya yang kecil, pasar keuangan syariah kehilangan kapasitas untuk mendapatkan keuntungan dari banyaknya entitas korporasi dan aneka proyek infrastrukrur (yang berskala megaproyek).
Berikutnya, kerangka perundangan di industri keuangan syariah masih dikembangkan—pekan ini Dewan Syariah Nasional MUI melakukan sosialisasi empat fatwa terbaru terkait industri keuangan syariah—serta kurangnya sumber daya manusia berkualitas di area ini. Namun, S&P melihat perbankan syariah lokal di Indonesia akan mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh dalam jangka menengah, dengan prospek pertumbuhan yang sehat. Sebab, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan penetrasi perbankan masih rendah.
Untuk mengatasi perbankan syariah dari stagnasinya, ada aneka proyek infrastruktur energi dan transportasi yang mendorong investasi hingga 40—50 miliar dolar AS per tahun dalam beberapa tahun ke depan. Maksudnya, kalau pemerintah selama ini positif mendukung perbankan syariah, beberapa pendanaan infrastruktur bisa dipercayakan pada perbankan syariah—yang selama ini juga sudah dipercaya mengelola sukuk (surat berharga/utang negara syariah).
Langkah pemerintah memberi perhatian dan dukungan ke perbankan syariah tersebut perlu dilakukan dengan prioritas oleh pemerintahan Jokowi-JK, karena stagnasi pertumbuhan perbankan syariah terjadi pada 2015 dan selanjutnya justru sepanjang pemerintahan Jokowi-JK, setelah lima tahun sebelumnya tumbuh dengan signifikan.
Dukungan pemerintah tersebut bukan untuk pencitraan, tapi membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi-JK bukan era yang buruk bagi industri keuangan syariah Indonesia. ***
0 komentar:
Posting Komentar