Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ekonomi Pancasila, Bukan-Bukan!

SISTEM ekonomi Pancasila sejauh ini masih sebatas wacana. Dan itu, sebuah sistem ekonomi yang “bukan-bukan”—bukan sistem kapitalis juga bukan sistem sosialis.
Istilah ekonomi Pancasila pertama muncul dalam artikel Emil Salim pada 1967. Ini ia perjelas pada 1979. Esensinya, ekonomi Pancasila adalah suatu konsep kebijaksanaan ekonomi, setelah mengalami pergerakan bandul dari kiri ke kanan hingga mencapai titik keseimbangan. Ke kanan artinya bebas mengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri artinya mengalami intervensi negara dalam bentuk perencanaan terpusat. (wikipedia)
Secara sederhana, ekonomi Pancasila versi Emil Salim bisa disebut sebagai sebuah sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atau "ekonomi pasar terkendali."
Kemudian Mubyarto menghadirkan Teori Ekonomi Pancasila (1987), teori asli berdasar data induktif empirik Indonesia, yang menggambarkan ekonomi riil (real economic life). Teori ini tak menyimpang dari teori ekonomi pasar, yang berarti bukan didasarkan pengaturan pemerintah atau komando negara, atau menjadikan ekonomi sosialis/komunis. Ekonomi Pancasila versi Mubyarto adalah ekonomi pasar yang berorientasi sepenuhnya pada ekonomi rakyat. (Rizky Febriana, Kompasiana, 30/9/2014)
Menurut Mubyarto, setidaknya ada lima ciri khas sistem ekonomi Pancasila.
(1) Roda kegiatan ekonomi digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.
(2) Ada kehendak kuat dari warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, yaitu tidak membiarkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan sosial.
(3) Dijiwai semangat nasionalisme ekonomi dan tantangannya di era globalisasi yaitu terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
(4) Demokrasi ekonomi berdasarkan kerakyatan dan kekeluargaan. Dalam konteks ini, koperasi dan usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat.
(5) Adanya keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggung jawab menuju terciptanya keadilan sosial.
Demikian dua konsep ekonomi Pancasila. Terkait konsep Emil Salim, ayunan bandul dari kiri ke kanan bukan sebatas keseimbangan, tapi bablas terbawa arus neoliberalisme. Akibatnya, terkait konsep Mubyarto, ekonomi kerakyatan sebatas window dressing.
Realitasnya, sektor pertambangan yang mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, lebih 80% dikuasai asing. Dominasi asing juga di sektor-sektor lain, bukan cerminan ekonomi Pancasila. ***

0 komentar: