PANCASILA sebagai dasar negara lebih dikenal dan lebih ditonjolkan ketimbang sebagai pandangan hidup. Termasuk yang diajarkan di sekolah, juga lebih berat pada dimensinya sebagai dasar negara.
Dimensi Pancasila sebagai pandangan hidup, dahulu pernah diurai sebagai hafalan dengan kandungan 33 nilainya dalam penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Gambaran implementasinya dalam kehidupan sehari-hari waktu itu juga disosialisasikan lewat program Simulasi P-4.
Tapi, semua itu, termasuk Simulasi P-4, masih bersifat kognitif, sebatas pengetahuan. Prosesnya belum berhasil menjiwaragakan nilai-nilai Pancasila secara afektif dalam sikap-tindak warga untuk berperilaku ideal sesuai dengan pandangan hidup dimaksud dalam kehidupan sehari-hari.
Ini berlaku di semua lini kehidupan, sehingga tidak aneh kalau kita menyaksikan aparat negara, pejabat pemerintah, politikus, bahkan hakim berperilaku kurang cocok dengan nilai-nilai Pancasila.
Untuk itu, jelas perlu upaya menjiwaragakan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup kepada setiap warga bangsa. Sampai suatu hari nanti, nilai-nilai itu mengaktual dalam perilaku sehari-hari masyarakat, setidaknya berawal pada lapisan tipis panutan.
Upaya itu tentu tidaklah mesti penataran atau simulasi seperti yang pernah dilakukan Orde Baru. Tapi, cukup dengan memanfaatkan kemajuan zaman lewat peranti komunikasi, khususnya media sosial dengan mendorong diskusi terbuka yang melibatkan semua orang sehingga Pancasila benar-benar menjadi everybody business.
Bahan diskusinya pun cukup isu-isu yang mengalir setiap hari di media sosial, tanpa pakai admin atau pengarah formal, tapi cukup orang-orang mumpuni secara sukarela share dalam diskusi itu, yang dengan sendirinya akan memberi pembobotan nilai dengan pemaknaan standar.
Tepatnya, suatu proses tranformasi nilai-nilai Pancasila digalang dengan pencerdasan massa lewat media sosial. Untuk itu, lebih diutamakan ketika muncul isu kontroversial yang biasanya dikeroyok netizen, tidak habis dalam muntahan caci maki, tapi ditarik menjadi diskusi yang lebih bermakna dan memberi perspektif konstruktif terkait isu kontroversial tersebut.
Dengan membangun pola pikir konstruktif di media sosial, nilai-nilai Pancasila sebagai konstruksi dan isinya akan berkembang saksama dalam masyarakat dengan netizen sebagai aktor utamanya. Bisa menjadi harapan rasional, lewat netizen nilai-nilai Pancasila tampil sebagai tren dalam masyarakat. ***
Tapi, semua itu, termasuk Simulasi P-4, masih bersifat kognitif, sebatas pengetahuan. Prosesnya belum berhasil menjiwaragakan nilai-nilai Pancasila secara afektif dalam sikap-tindak warga untuk berperilaku ideal sesuai dengan pandangan hidup dimaksud dalam kehidupan sehari-hari.
Ini berlaku di semua lini kehidupan, sehingga tidak aneh kalau kita menyaksikan aparat negara, pejabat pemerintah, politikus, bahkan hakim berperilaku kurang cocok dengan nilai-nilai Pancasila.
Untuk itu, jelas perlu upaya menjiwaragakan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup kepada setiap warga bangsa. Sampai suatu hari nanti, nilai-nilai itu mengaktual dalam perilaku sehari-hari masyarakat, setidaknya berawal pada lapisan tipis panutan.
Upaya itu tentu tidaklah mesti penataran atau simulasi seperti yang pernah dilakukan Orde Baru. Tapi, cukup dengan memanfaatkan kemajuan zaman lewat peranti komunikasi, khususnya media sosial dengan mendorong diskusi terbuka yang melibatkan semua orang sehingga Pancasila benar-benar menjadi everybody business.
Bahan diskusinya pun cukup isu-isu yang mengalir setiap hari di media sosial, tanpa pakai admin atau pengarah formal, tapi cukup orang-orang mumpuni secara sukarela share dalam diskusi itu, yang dengan sendirinya akan memberi pembobotan nilai dengan pemaknaan standar.
Tepatnya, suatu proses tranformasi nilai-nilai Pancasila digalang dengan pencerdasan massa lewat media sosial. Untuk itu, lebih diutamakan ketika muncul isu kontroversial yang biasanya dikeroyok netizen, tidak habis dalam muntahan caci maki, tapi ditarik menjadi diskusi yang lebih bermakna dan memberi perspektif konstruktif terkait isu kontroversial tersebut.
Dengan membangun pola pikir konstruktif di media sosial, nilai-nilai Pancasila sebagai konstruksi dan isinya akan berkembang saksama dalam masyarakat dengan netizen sebagai aktor utamanya. Bisa menjadi harapan rasional, lewat netizen nilai-nilai Pancasila tampil sebagai tren dalam masyarakat. ***
0 komentar:
Posting Komentar