MESKI panglima tentara Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah bersepakat di pertemuan Yogyakarta bulan lalu untuk bersama menjaga keamanan kawasan laut perbatasan ketiga negara, penyanderaan terhadap ABK terulang lagi. Senin, 20 Juni 2016 lalu, dua kelompok milisi bersenjata yang berbeda menculik ABK Kapal TB Charles 001 di Laut Sulu.
Hasil investigasi TNI AL (detiknews, 26/6/2016), Kapal TB Charles 001 berangkat dari Cagayan De Oro Port Filipina 18 Juni 2016 dengan 13 orang ABK. Pada 20 Juni 2016, pukul 11.30, di perairan Jolo, dua perahu beranggotakan 4—5 orang membajak Kapal Charles, mereka menggunakan bahasa Melayu dan membawa senjata laras panjang.
Pembajak menculik tiga orang ABK, yakni Capt Fery Arifin (nakhoda), Muh Mahbrur Dahri (juru mudi), dan Edy Suryono (masinis II), serta merampas semua alat komunikasi kapal. Sedang 10 ABK sisanya mereka lepas melanjutkan perjalanan.
Hanya selisih 1 jam 15 menit, pukul 12.45, Kapal TB Charles 001 kembali dibajak oleh kelompok lain dengan tiga perahu berisi 8—10 orang. Kelompok pembajak kedua ini menggunakan bahasa Inggris dengan sikap kasar dan arogan, bersenjata laras panjang dan pistol. Mereka menculik 4 orang ABK lagi, yakni Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhamad Sofyan (oilman).
Mereka kemudian melepas Kapal Charles 001 melanjutkan perjalanan dengan sisa enam ABK, yakni Andi Wahyu (mualim II), Syahril (masinis IV), Albertus Temu Slamet (juru mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (juru mudi), Rudi Kurniawan (juru mudi), dan Agung Saputra (juru masak). Pada 25 Juni 2016, Kapal TB Charles ditemukan KRI Multatuli-561 dan dikawal menuju Samarinda.
Lalu, ke mana pasukan pengamanan perairan perbatasan tiga negara yang telah disepakati di Yogyakarta, hingga para perompak dan penyamun malah lebih leluasa beraksi di kawasan itu? Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusan tiga panglima militer di pertemuan Yogyakarta memang belum berjalan efektif. Masih ada beberapa hal yang belum dijalankan. Karena itu, pemerintah akan menempuh upaya lain untuk membebaskan sandera.
Untuk menangani penyanderaan tujuh WNI oleh kelompok Abu Sayyaf terakhir ini, pemerintah telah mengaktifkan crisis center dipimpin Luhut Pandjaitan. Selasa (28/6/2016) hari ini, crisis center akan menentukan opsi pembebasan. Menurut Luhut, penyandera sudah meminta uang tebusan, tetapi angkanya masih akan diverifikasi. Apakah opsi pemerintah akan melayani "bisnis penyanderaan"? ***
Pembajak menculik tiga orang ABK, yakni Capt Fery Arifin (nakhoda), Muh Mahbrur Dahri (juru mudi), dan Edy Suryono (masinis II), serta merampas semua alat komunikasi kapal. Sedang 10 ABK sisanya mereka lepas melanjutkan perjalanan.
Hanya selisih 1 jam 15 menit, pukul 12.45, Kapal TB Charles 001 kembali dibajak oleh kelompok lain dengan tiga perahu berisi 8—10 orang. Kelompok pembajak kedua ini menggunakan bahasa Inggris dengan sikap kasar dan arogan, bersenjata laras panjang dan pistol. Mereka menculik 4 orang ABK lagi, yakni Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhamad Sofyan (oilman).
Mereka kemudian melepas Kapal Charles 001 melanjutkan perjalanan dengan sisa enam ABK, yakni Andi Wahyu (mualim II), Syahril (masinis IV), Albertus Temu Slamet (juru mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (juru mudi), Rudi Kurniawan (juru mudi), dan Agung Saputra (juru masak). Pada 25 Juni 2016, Kapal TB Charles ditemukan KRI Multatuli-561 dan dikawal menuju Samarinda.
Lalu, ke mana pasukan pengamanan perairan perbatasan tiga negara yang telah disepakati di Yogyakarta, hingga para perompak dan penyamun malah lebih leluasa beraksi di kawasan itu? Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusan tiga panglima militer di pertemuan Yogyakarta memang belum berjalan efektif. Masih ada beberapa hal yang belum dijalankan. Karena itu, pemerintah akan menempuh upaya lain untuk membebaskan sandera.
Untuk menangani penyanderaan tujuh WNI oleh kelompok Abu Sayyaf terakhir ini, pemerintah telah mengaktifkan crisis center dipimpin Luhut Pandjaitan. Selasa (28/6/2016) hari ini, crisis center akan menentukan opsi pembebasan. Menurut Luhut, penyandera sudah meminta uang tebusan, tetapi angkanya masih akan diverifikasi. Apakah opsi pemerintah akan melayani "bisnis penyanderaan"? ***
0 komentar:
Posting Komentar