PEREKONOMIAN Venezuela ambruk menyeret rakyatnya menuju bencana kelaparan massal. Sebanyak 87% warga negara anggota OPEC pemilik cadangan minyak terbesar di dunia itu menyatakan tidak mempunyai uang untuk membeli makanan yang layak. Persentase tersebut berdasar perhitungan standar hidup layak yang dibuat Simon Bolivar University.
Ekonomi Venezuela terpukul kejatuhan harga minyak bumi dari atas 100 dolar AS/barel hingga di bawah 30 dolar AS/barel. Kondisi ekonomi diperparah kesalahan pengelolaan hingga ekonomi negeri yang sosialistik itu terlilit krisis utang.
Pertumbuhan ekonomi Venezuela terkontraksi 5,7% pada 2015. Dana Moneter International (IMF) memprediksi 2016 akan terkontraksi 8%. Inflasi Venezuela saat ini mencapai 180,9% dan Januari lalu IMF memprediksi inflasinya akan melonjak ke posisi 720% pada 2016 ini. (Kompas.com, 21/6/2016)
Dengan inflasi yang melambung itu, satu hamburger saja dijual dengan harga 1.700 bolivar atau sekitar Rp3,35 juta. Tarif kamar hotel standar 69 ribu bolivar atau sekitar Rp135,9 juta per malam. Separuh dari warga kelas menengah telah terpuruk jatuh miskin. Mereka tak bisa lagi membeli satu hamburger atau membayar kamar hotel kelas standar.
Krisis ekonomi dengan gejolak sosial yang meningkat itu pun langsung merebak jadi krisis politik. Sejak awal 2016, massa warga sudah berunjuk rasa di Caracas, ibu kota Venezuela, Mei lalu meluas ke kota-kota lain yang menjurus jadi kerusuhan. Akibatnya, Presiden Nicolas Maduro pertengahan Mei menetapkan negara dalam keadaan darurat dan memberi peran menonjol kepada militer untuk menghadapi aksi unjuk rasa maupun mengatasi ancaman dari dalam dan luar negeri. (Kompas.com, 23/5/2016)
Maduro menuding Amerika Serikat sebagai dalang aksi kelompok massa yang terjepit krisis barang kebutuhan sehari-hari. Militer pun mengadakan latihan perang mengerahkan jet tempur dan peluncur roket buatan Rusia.
Oposisi, yang mayoritas di Majelis Nasional, menolak status pemberlakuan "negara dalam keadaan darurat" oleh Maduro. Hasil jajak pendapat terbaru di Venezuela menunjukkan 70% rakyat menginginkan perubahan pemerintahan dan pemecatan Maduro. Namun, Mahkamah Agung yang dipenuhi hakim loyalis Maduro menolak tuntutan legislatif dan mengatakan keputusan darurat adalah hal "konstitusional".
Kehancuran ekonomi Venezuela itu ironi dari gambaran Venezuela di zaman Hugo Chavez (sebelum wafat 5 Maret 2013) sebagai ikon sukses ekonomi sosialis di Amerika Latin. ***
Pertumbuhan ekonomi Venezuela terkontraksi 5,7% pada 2015. Dana Moneter International (IMF) memprediksi 2016 akan terkontraksi 8%. Inflasi Venezuela saat ini mencapai 180,9% dan Januari lalu IMF memprediksi inflasinya akan melonjak ke posisi 720% pada 2016 ini. (Kompas.com, 21/6/2016)
Dengan inflasi yang melambung itu, satu hamburger saja dijual dengan harga 1.700 bolivar atau sekitar Rp3,35 juta. Tarif kamar hotel standar 69 ribu bolivar atau sekitar Rp135,9 juta per malam. Separuh dari warga kelas menengah telah terpuruk jatuh miskin. Mereka tak bisa lagi membeli satu hamburger atau membayar kamar hotel kelas standar.
Krisis ekonomi dengan gejolak sosial yang meningkat itu pun langsung merebak jadi krisis politik. Sejak awal 2016, massa warga sudah berunjuk rasa di Caracas, ibu kota Venezuela, Mei lalu meluas ke kota-kota lain yang menjurus jadi kerusuhan. Akibatnya, Presiden Nicolas Maduro pertengahan Mei menetapkan negara dalam keadaan darurat dan memberi peran menonjol kepada militer untuk menghadapi aksi unjuk rasa maupun mengatasi ancaman dari dalam dan luar negeri. (Kompas.com, 23/5/2016)
Maduro menuding Amerika Serikat sebagai dalang aksi kelompok massa yang terjepit krisis barang kebutuhan sehari-hari. Militer pun mengadakan latihan perang mengerahkan jet tempur dan peluncur roket buatan Rusia.
Oposisi, yang mayoritas di Majelis Nasional, menolak status pemberlakuan "negara dalam keadaan darurat" oleh Maduro. Hasil jajak pendapat terbaru di Venezuela menunjukkan 70% rakyat menginginkan perubahan pemerintahan dan pemecatan Maduro. Namun, Mahkamah Agung yang dipenuhi hakim loyalis Maduro menolak tuntutan legislatif dan mengatakan keputusan darurat adalah hal "konstitusional".
Kehancuran ekonomi Venezuela itu ironi dari gambaran Venezuela di zaman Hugo Chavez (sebelum wafat 5 Maret 2013) sebagai ikon sukses ekonomi sosialis di Amerika Latin. ***
0 komentar:
Posting Komentar