TRAGIS! Sepasang suami-istri, Hidayat-Rita Agustina, tinggal di Kemang Pratama Regency, Bekasi, membuat dan mengedarkan vaksin palsu di enam provinsi tidak ketahuan pihak berwenang selama 13 tahun. Jenis vaksin yang dipalsu antara lain BCG, hepatitis, polio, dan campak.
"Peredarannya di Medan (Sumut), Yogyakarta, Semarang (Jateng), Jakarta, Banten, dan Jawa Barat," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Mabes Polri Brigjen Agung Setya. (detiknews, 27/6/2016)
Kedua tersangka utama, Hidayat dan Rita, telah ditahan di Bareskrim Mabes Polri. Polisi telah meringkus 15 orang yang terlibat kasus ini. Mereka ditangkap di Jakarta, Bekasi, Tangsel, dan Semarang. Mereka berperan sebagai produsen, distributor, pembuat, dan pencetak label dan logo vaksin.
Peredaran vaksin palsu ini terungkap dari laporan sebuah rumah sakit di Bogor yang curiga pada vaksin kiriman sebuah distributor. Setelah dicek di laboratorium, ternyata palsu. Bareskrim lalu menggerebek CV Azka Medical di Bekasi 16 Juni 2016, disusul rumah di Puri Bintaro, Kemang Pratama Regency, dan lainnya.
Kenapa komplotan vaksin palsu yang beroperasi sejak 2003 itu tidak tercium pihak berwenang? Menurut Brigjen Agung Setya, karena impact dari vaksin tidak tampak. "Vaksin palsu atau asli ketika diberikan tidak tampak secara langsung. Baru nanti setelah ada kuman menyerang, karena dia tidak divaksin (yang asli), baru tampak dampaknya," ujarnya.
Harga vaksin palsu lebih murah Rp200 ribu—Rp400 ribu dibanding dengan vaksin asli yang berharga Rp900 ribu. Pembuat vaksin palsu meraup keuntungan hingga ratusan juta per bulan. Rita yang pernah jadi perawat di RS dan lulusan akademi perawat itu bersama suaminya dijerat UU Kesehatan yang ancamannya 10 tahun penjara, diperberat lagi dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena mendapatkan kekayaan cukup besar dari hasil kejahatannya.
Terungkapnya peredaran vaksin palsu selama 13 tahun itu, menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, merupakan hal yang tragis. Pemalsuan vaksin bayi ini telah berlangsung sangat lama, 13 tahun! Ini hal yang berbahaya akibat keteledoran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Setelah hal amat buruk itu terungkap, menjadi keharusan bagi Kemenkes untuk mengaudit ulang di semua RS hingga bisa memberi jaminan bahwa semua vaksin yang digunakan asli. Hindarkan jebakan menjadikan rakyat kelinci percobaan obat-obat palsu! ***
Kedua tersangka utama, Hidayat dan Rita, telah ditahan di Bareskrim Mabes Polri. Polisi telah meringkus 15 orang yang terlibat kasus ini. Mereka ditangkap di Jakarta, Bekasi, Tangsel, dan Semarang. Mereka berperan sebagai produsen, distributor, pembuat, dan pencetak label dan logo vaksin.
Peredaran vaksin palsu ini terungkap dari laporan sebuah rumah sakit di Bogor yang curiga pada vaksin kiriman sebuah distributor. Setelah dicek di laboratorium, ternyata palsu. Bareskrim lalu menggerebek CV Azka Medical di Bekasi 16 Juni 2016, disusul rumah di Puri Bintaro, Kemang Pratama Regency, dan lainnya.
Kenapa komplotan vaksin palsu yang beroperasi sejak 2003 itu tidak tercium pihak berwenang? Menurut Brigjen Agung Setya, karena impact dari vaksin tidak tampak. "Vaksin palsu atau asli ketika diberikan tidak tampak secara langsung. Baru nanti setelah ada kuman menyerang, karena dia tidak divaksin (yang asli), baru tampak dampaknya," ujarnya.
Harga vaksin palsu lebih murah Rp200 ribu—Rp400 ribu dibanding dengan vaksin asli yang berharga Rp900 ribu. Pembuat vaksin palsu meraup keuntungan hingga ratusan juta per bulan. Rita yang pernah jadi perawat di RS dan lulusan akademi perawat itu bersama suaminya dijerat UU Kesehatan yang ancamannya 10 tahun penjara, diperberat lagi dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena mendapatkan kekayaan cukup besar dari hasil kejahatannya.
Terungkapnya peredaran vaksin palsu selama 13 tahun itu, menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, merupakan hal yang tragis. Pemalsuan vaksin bayi ini telah berlangsung sangat lama, 13 tahun! Ini hal yang berbahaya akibat keteledoran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Setelah hal amat buruk itu terungkap, menjadi keharusan bagi Kemenkes untuk mengaudit ulang di semua RS hingga bisa memberi jaminan bahwa semua vaksin yang digunakan asli. Hindarkan jebakan menjadikan rakyat kelinci percobaan obat-obat palsu! ***
0 komentar:
Posting Komentar