TIGA lembaga penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan kepolisian, Rabu (29/3/2017), menandatangani nota kesepahaman (MoU) guna bekerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Ada hal baru dalam kerja sama itu, yakni surat pemberitahuan dimulainya penyidikan elektronik (e-SPDP) kasus tipikor di seluruh Indonesia.
"Jadi, SPDP ini nantinya akan online supaya di tingkat pusat, baik KPK, Polri, maupun Kejakgung punya data dan info yang sama terkait penanganan tipikor di seluruh Indonesia," kata Ketua KPK Agus Rahardjo. Dalam MoU juga diatur ketiga pihak bekerja sama dalam sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan terkait upaya pemberantasan korupsi. (MI, 30/3/2017)
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan MoU itu bertujuan saling mendukung kinerja antarlembaga penegak hukum. "KPK punya kelebihan dalam kewenangan. Dia bisa menggeledah, menyita, memanggil, menyadap, dan memeriksa," ujar Prasetyo. "Sedangkan polisi dan kejaksaan punya jaringan luas hingga ke daerah. Dengan MoU ini saling melengkapi kewenangan dan mengisi keterbatasan sehingga penanganan korupsi bisa lebih intensif."
Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menyambut baik MoU ini. "Polri tentu mengapresiasi kerja sama ini karena pasti akan meningkatkan kemampuan negara dalam menangani sejumlah kasus korupsi," kata Tito.
Namun, sejumlah poin dalam MoU ini disoroti penggiat antikorupsi bisa mengurangi ketegasan. Misalnya, ketentuan bila salah satu lembaga memanggil personel pihak lainnya, harus memberi tahu pimpinan yang dipanggil. Begitu pula bila melakukan penggeledahan dan penyitaan harus memberi tahu pimpinannya, kecuali tertangkap tangan.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lola Easter, poin-poin dalam MoU itu telah diatur dalam KUHAP. "Itu sudah clear. Jadi, buat apa izin yang diminta untuk melakukan penggeledahan?" tukas Lola.
Atas kritik itu, juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan setiap proses dalam hal itu akan tetap mengacu ke KUHAP dan hukum acara lain yang diatur dalam UU KPK, tindak pidana korupsi, kepolisian, dan kejaksaan. Dalam MoU itu, "Yang diatur pemberitahuan, bukan izin penggeledahan dan penyitaan," kata Febri.
Meskipun demikian, kewaspadaan tetap perlu demi menjaga agar akibat MoU tersebut ketajaman sorotan KPK ke jajaran polisi dan jaksa tidak redup. Betapa ketajaman KPK juga membuat jajaran Polri jadi lebih mawas diri sehingga peringkatnya dari lembaga paling korup, pada 2016 membaik jadi peringkat kelima. ***
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan MoU itu bertujuan saling mendukung kinerja antarlembaga penegak hukum. "KPK punya kelebihan dalam kewenangan. Dia bisa menggeledah, menyita, memanggil, menyadap, dan memeriksa," ujar Prasetyo. "Sedangkan polisi dan kejaksaan punya jaringan luas hingga ke daerah. Dengan MoU ini saling melengkapi kewenangan dan mengisi keterbatasan sehingga penanganan korupsi bisa lebih intensif."
Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menyambut baik MoU ini. "Polri tentu mengapresiasi kerja sama ini karena pasti akan meningkatkan kemampuan negara dalam menangani sejumlah kasus korupsi," kata Tito.
Namun, sejumlah poin dalam MoU ini disoroti penggiat antikorupsi bisa mengurangi ketegasan. Misalnya, ketentuan bila salah satu lembaga memanggil personel pihak lainnya, harus memberi tahu pimpinan yang dipanggil. Begitu pula bila melakukan penggeledahan dan penyitaan harus memberi tahu pimpinannya, kecuali tertangkap tangan.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lola Easter, poin-poin dalam MoU itu telah diatur dalam KUHAP. "Itu sudah clear. Jadi, buat apa izin yang diminta untuk melakukan penggeledahan?" tukas Lola.
Atas kritik itu, juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan setiap proses dalam hal itu akan tetap mengacu ke KUHAP dan hukum acara lain yang diatur dalam UU KPK, tindak pidana korupsi, kepolisian, dan kejaksaan. Dalam MoU itu, "Yang diatur pemberitahuan, bukan izin penggeledahan dan penyitaan," kata Febri.
Meskipun demikian, kewaspadaan tetap perlu demi menjaga agar akibat MoU tersebut ketajaman sorotan KPK ke jajaran polisi dan jaksa tidak redup. Betapa ketajaman KPK juga membuat jajaran Polri jadi lebih mawas diri sehingga peringkatnya dari lembaga paling korup, pada 2016 membaik jadi peringkat kelima. ***
0 komentar:
Posting Komentar