Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Nurani Kartini, Minadh-Dhulumaati Ilan Nur!

DI Hari Kartini 2017, akun FB Yohanes Joko Purwanto meng-copas nukilan kisah dari KH Musa al-Mahfudz Yogyakarta, dari Kiai Mohammad Demak, menantu sekaligus staf ahli Kiai Sholeh Darat—orang pertama yang memperkenalkan Kartini pada terjemahan Alfatihah dalam bahasa Jawa.
Itu ketika ia mengikuti pengajian tafsir Alfatihah Kiai Sholeh Darat di pendopo Demak, yang bupatinya paman Kartini. Sepanjang pengajian Kartini tak memalingkan mata dari Kiai Sholeh, telinganya menangkap kata demi kata. Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Alfatihah tanpa pernah tahu maknanya.
Usai pengajian Kartini mendesak pamannya untuk mememaninya menemui Kiai Sholeh di Darat, Semarang. "Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna Surah Alfatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah menggetarkan sanubariku," ujar Kartini.
Antusiasme Kartini itu mendorong Kiai Sholeh menerjemahkan Alquran ke bahasa Jawa dengan huruf Arab Pegon, agar tidak diketahui Belanda yang melarang terjemahan Alquran dalam bahasa nusantara. Saat pernikahan Kartini terjemahan itu dijadikan kado meski baru selesai 13 juz, dari Alfatihah sampai Surah Ibrahim.
Lewat terjemahan itu nurani Kartini tersentuh Surah Albaqarah Ayat 257, yang menyebutkan bahwa Allah-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minadh-dhulumaati ilan nur).
Dari gelap kepada cahaya, dalam bahasa Belanda door duisternis tot licht diulang-ulang dalam surat Kartini kepada sahabat Belandanya, JH Abendanon, yang kemudian ketika ia menerbitkan kumpulan surat Kartini menjadikan itu judul bukunya. Armijn Pane menerjemahkan judul itu ke bahasa Indonesia, Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kiai Sholeh membawa Kartini menjalani transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (Eropa) berubah. Simak surat Kartini tanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon.
"Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat Ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban."
Dalam surat ke Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini menulis yang hingga kini pun relevan, "Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat." ***

0 komentar: