KEWENANGAN gubernur dan menteri dalam negeri (mendagri) untuk membatalkan peraturan daerah (perda) yang bermasalah, oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan inkonstitusional sehingga tidak berkekuatan hukum mengikat. MK menetapkan kewenangan pembatalan perda ada pada Mahkamah Agung (MA).
Putusan itu ditetapkan MK dalam sidang Rabu (5/4/2017) atas uji materi UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang diajukan Andi Syafrani, kuasa hukum pemohon Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan 40 bupati, anggota DPRD dan masyarakat. (Kompas, 6/4/2017)
Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang majelis hakim konstitusi menyatakan, Pasal 251 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) UU itu, yang memberi wewenang kepada menteri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk membatalkan perda kabupaten/kota, bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut majelis hakim, pasal itu menyimpang dari logika dan bangunan negara hukum Indonesia seperti diamanahkan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Pemberian wewenang itu menegasikan peranan dan fungsi MA sebagai lembaga yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU seperti diatur dalam Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945.
Majelis berpendapat pembatalan perda kabupaten/kota yang merupakan produk perundang-undangan melalui keputusan gubernur adalah keliru. Ini bisa menimbulkan dualisme putusan pengadilan, karena upaya hukum yang bisa diambil atas pembatalan perda ialah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara itu, juga ada pengujian perda melalui MA. Oleh karena itu, majelis menilai Pasal 251 Ayat (8) UU Pemda sepanjang mengenai perda kabupaten/kota dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Mendagri Tjahjo Kumolo menyayangkan putusan MK tersebut. "Saya sebagai Mendagri jujur tidak habis pikir dengan putusan MK yang mencabut wewenang mendagri membatalkan perda yang jelas-jelas menghambat investasi," kata Tjahjo. (Kompas.com, 6/4/2017)
Menurut Tjahjo, penghilangan kewenanganya dalam mencabut perda akan berimplikasi pada program pemerintah.
Tjahjo tak yakin MA mampu membatalkan perda dalam waktu singkat. Pada 2012, MA hanya membatalkan dua perda. Padahal, menurut Presiden Jokowi, ada 3.000-an perda yang menghambat investasi.
Dengan putusan MK ini, kepala daerah yang tak mampu menggali PAD pun bebas membuat pencitraan membangun proyek mercusuar dari dana utangan jangka panjang yang defisitnya membebani APBD beberapa periode berikutnya. ***
Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang majelis hakim konstitusi menyatakan, Pasal 251 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) UU itu, yang memberi wewenang kepada menteri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk membatalkan perda kabupaten/kota, bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut majelis hakim, pasal itu menyimpang dari logika dan bangunan negara hukum Indonesia seperti diamanahkan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Pemberian wewenang itu menegasikan peranan dan fungsi MA sebagai lembaga yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU seperti diatur dalam Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945.
Majelis berpendapat pembatalan perda kabupaten/kota yang merupakan produk perundang-undangan melalui keputusan gubernur adalah keliru. Ini bisa menimbulkan dualisme putusan pengadilan, karena upaya hukum yang bisa diambil atas pembatalan perda ialah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara itu, juga ada pengujian perda melalui MA. Oleh karena itu, majelis menilai Pasal 251 Ayat (8) UU Pemda sepanjang mengenai perda kabupaten/kota dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Mendagri Tjahjo Kumolo menyayangkan putusan MK tersebut. "Saya sebagai Mendagri jujur tidak habis pikir dengan putusan MK yang mencabut wewenang mendagri membatalkan perda yang jelas-jelas menghambat investasi," kata Tjahjo. (Kompas.com, 6/4/2017)
Menurut Tjahjo, penghilangan kewenanganya dalam mencabut perda akan berimplikasi pada program pemerintah.
Tjahjo tak yakin MA mampu membatalkan perda dalam waktu singkat. Pada 2012, MA hanya membatalkan dua perda. Padahal, menurut Presiden Jokowi, ada 3.000-an perda yang menghambat investasi.
Dengan putusan MK ini, kepala daerah yang tak mampu menggali PAD pun bebas membuat pencitraan membangun proyek mercusuar dari dana utangan jangka panjang yang defisitnya membebani APBD beberapa periode berikutnya. ***
0 komentar:
Posting Komentar