DALAM membedah buku Moralitas Republikan karya Willy
Aditya di kantin Universitas Malahayati, Minggu (2/4), mencuat trilogi
moralitas. Ketiga dimensi trilogi itu dalam kesatuan totalitas yang berintikan
ketahanan.
Pertama, ketahanan dalam tetap menapak di dalam jalur kaidah dan
norma yang dijunjung publik baik itu hukum, agama, adat-istiadat, maupun tata
krama dalam kehidupan warga! Ketahanan dalam jalur ini membuat orang tidak
menyerempet tabu, larangan, atau pantangan seperti korupsi, narkoba, skandal
seks, serta batu ujian lainnya bagi setiap penggiat kebajikan, pengabdi
kepentingan publik semisal di dunia politik. Dimensi ini menghadirkan keteguhan
pendirian dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah disepakati dalam
perjuangan.
Kedua, ketahanan secara fisik dan mental seperti olahragawan
yang bertanding habis-habisan. Dimensi moralitas ini menempa keuletan berjuang,
pantang menyerah sampai tetes darah penghabisan.
Ketiga, ketahanan spirit mencapai tujuan. Dimensi moralitas
ketiga ini membuat orang kreatif mencari jalan keluar dari setiap hambatan,
sekaligus memberi kemampuan untuk menciptakan peluang agar perjuangan bisa
selalu menapak ke depan, tidak stagnan.
Dengan trilogi moralitas itu, pejuang selalu teguh pada
pendirian dalam mengimplementasikan prinsip, dengan keuletan berjuang pantang
menyerah mengatasi tantangan, disertai ketahanan daya kreativitas yang terus
tumbuh untuk mencapai tujuan. Dengan itu, ibarat main catur, langkah perjuangan
kagak ada matinye.
Trilogi moralitas itu relevan dengan buku Willy Aditya yang
memotret perjuangan Surya Paloh dengan Partai NasDem yang republikan,
mewujudkan negara demokrasi yang maju dengan mengimplementasikan gagasan
Trilogi Restorasi Indonesia, yakni menyejahterakan rakyat, membangun bangsa
yang bermartabat, dan negara Indonesia yang kuat.
Dengan trilogi moralitas itu terlihat solidnya jajaran Partai
NasDem dalam mengemban prinsip perjuangan, ulet dan tangguh menjalankan
kreativitas pimpinan dalam memosisikan partainya sebagai antitesis dari
realitas warisan Orde Baru berupa demokrasi yang hanya formalitas menjaga
kekuasaan militer dan Golkar, maupun dua priode awal reformasi yang hanya
menjadi ajang politik transaksional elite.
Perjuangan itu ditampilkan lewat aktualisasi kreativitas politik
tanpa mahar, koalisi tanpa syarat, menolak dana saksi pileg dari negara, dan
berbagai teroboson khas Partai NasDem dalam realitas dinamika politik. ***
0 komentar:
Posting Komentar