NILAI tukar petani (NTP) Provinsi Lampung Maret 2017 di 103,82, turun 0,36% dari 104,19 Februari 2017. NTP, menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Yeane Irmaningrum, merupakan indikator tingkat kemampuan atau daya beli petani perdesaan. Akibat turunnya daya beli rakyat itu terjadi deflasi 0,06% pada Maret 2017 di daerah ini.
Jadi, jika deflasi diklaim sebagai keberhasilan pemerintah mengendalikan harga komoditas kebutuhan rakyat, dengan fakta itu berarti pemerintah berhasil menekan dan menurunkan daya beli rakyat, terutama petani di perdesaan.
Masalah harga hasil pertanian rakyat dikendalikan pemerintah dengan ditekan serendah mungkin (administered price) itu, sudah lama jadi sorotan pengamat. Itu bukan sekadar menjaga tingkat inflasi, tapi lebih dari itu, untuk mendukung industri agar tetap bisa membayar upah buruh murah. Dengan upah buruh murah, industri diharapkan menjadi leading sector pertumbuhan ekonomi.
Gabah dan beras, sebagai produksi mayoritas petani di Tanah Air, secara ketat dikendalikan dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang digawangi sebuah lembaga amat kuat, Bulog. Celakanya, tanpa dikendalikan seperti itu pun dengan pengaturan musim tanam dan musim panen yang serentak, saat panen petani menjual gabah selalu mendapat harga jeblok.
Di Jepang juga ada lembaga penjaga harga komoditas pertanian, Japan Agriculture (populer disebut JA), tapi fungsinya menjaga pada harga yang terbaik bagi petani, justru harga barang-barang lain yang disesuaikan. Beras, misalnya, sudah sejak lama dipatok 300 yen/kg (sekitar Rp30 ribu/kg), bayam, kangkung, sawi, selada, dan sebagainya seikat 200 yen.
Luar biasanya, JA yang memproses kemasan berbagai produk pertanian itu untuk dipajang di jaringan supermarket secara nasional yang mayoritas milik JA. Petani memeroleh harga terbaik, termasuk berkat pengemasan produk yang baik itu.
Bagaimana Bulog dan jaringan Toko Tani yang dibangun pemerintah bisa menjalankan sistem pemasaran yang sangat menguntungkan petani seperti di Jepang itu, atau setidaknya berpihak pada kepentingan petani, bukan kepentingan pihak lain seperti industrialisasi, mungkin pantas dipikirkan.
Sedangkan masalah inflasi, sebaiknya tidak ditumpas habis sampai ke tingkat deflasi yang mematikan daya beli rakyat begitu. The Fed saja berusaha keras mendorong inflasi ke tingkat ideal 2%, dari yang selalu cenderung jauh lebih rendah dari itu. Artinya, jangan bunuh daya beli rakyat. ***
Masalah harga hasil pertanian rakyat dikendalikan pemerintah dengan ditekan serendah mungkin (administered price) itu, sudah lama jadi sorotan pengamat. Itu bukan sekadar menjaga tingkat inflasi, tapi lebih dari itu, untuk mendukung industri agar tetap bisa membayar upah buruh murah. Dengan upah buruh murah, industri diharapkan menjadi leading sector pertumbuhan ekonomi.
Gabah dan beras, sebagai produksi mayoritas petani di Tanah Air, secara ketat dikendalikan dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang digawangi sebuah lembaga amat kuat, Bulog. Celakanya, tanpa dikendalikan seperti itu pun dengan pengaturan musim tanam dan musim panen yang serentak, saat panen petani menjual gabah selalu mendapat harga jeblok.
Di Jepang juga ada lembaga penjaga harga komoditas pertanian, Japan Agriculture (populer disebut JA), tapi fungsinya menjaga pada harga yang terbaik bagi petani, justru harga barang-barang lain yang disesuaikan. Beras, misalnya, sudah sejak lama dipatok 300 yen/kg (sekitar Rp30 ribu/kg), bayam, kangkung, sawi, selada, dan sebagainya seikat 200 yen.
Luar biasanya, JA yang memproses kemasan berbagai produk pertanian itu untuk dipajang di jaringan supermarket secara nasional yang mayoritas milik JA. Petani memeroleh harga terbaik, termasuk berkat pengemasan produk yang baik itu.
Bagaimana Bulog dan jaringan Toko Tani yang dibangun pemerintah bisa menjalankan sistem pemasaran yang sangat menguntungkan petani seperti di Jepang itu, atau setidaknya berpihak pada kepentingan petani, bukan kepentingan pihak lain seperti industrialisasi, mungkin pantas dipikirkan.
Sedangkan masalah inflasi, sebaiknya tidak ditumpas habis sampai ke tingkat deflasi yang mematikan daya beli rakyat begitu. The Fed saja berusaha keras mendorong inflasi ke tingkat ideal 2%, dari yang selalu cenderung jauh lebih rendah dari itu. Artinya, jangan bunuh daya beli rakyat. ***
0 komentar:
Posting Komentar