DPR mengusulkan agar dana saksi dalam pemilu ditanggung APBN, besarnya sekitar Rp10 triliun sekali pencoblosan. Jika terjadi dua putaran, besaran dananya juga jadi dua kali lipat. Usulan DPR itu diungkap Mendagri Tjahjo Kumolo saat ditanya wartawan mengenai perkembangan pembahasan RUU Pemilu.
"Jadi, masih akan dibahas biaya saksi pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilu presiden), itu dari mana. Kalau DPR ingin saksi dari APBN. Itu usulan Pansus (Panitia Khusus) RUU Pemilu, kami tak bisa sebutkan satu partai saja," ujar Tjahjo (Kompas.com, 2/5/2017).
Ia menambahkan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dari usulan tersebut, terutama soal besaran anggaran. Sebab, jika usulan tersebut disetujui, sekali pencoblosan negara harus menganggarkan Rp10 triliun. Begitu pula kalau terjadi putaran kedua, negara kembali menganggarkan Rp10 triliun.
Padahal, masih banyak pula kebutuhan di sektor lain yang harus dibiayai negara. "Kalau Rp10 triliun sampai Rp20 triliun buat bangun SD, kan sudah bisa banyak," ujar Tjahjo.
Saat ini, puluhan ribu ruang kelas sudah rusak bahkan dilaporkan telah terancam ambruk dan membahayakan keselamatan jiwa anak-anak yang belajar di ruang kelas tersebut. Sebaiknya usulan DPR agar dana saksi pemilu ditanggung negara itu ditolak oleh wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Pemilu.
Masih amat banyak dibutuhkan dana di sektor lain yang bahkan sifatnya darurat, seperti membantu warga miskin mentas dari bawah garis kemiskinan, yang penanggulangannya perlu prioritas karena jumlah absolutnya justru bertambah, dari 27,73 juta orang pada September 2014 menjadi 27,76 juta orang pada September 2016 (BPS).
Pemilihan umum diikuti partai politik untuk memilih calon yang diusung partai politik, secara nyata tujuannya lewat pemilu itu berburu kekuasaan yang menyajikan segala kenikmatan. Oleh karena itu, selama ini sudah menjadi tradisi biaya saksi dalam pemilu ditanggung para peserta sebagai ongkos perjalanan menuju kekuasaan.
APBN telah membantu partai politik sebesar Rp108 per suara perolehannya dalam pemilu. Mungkin lebih tepat menaikkan dana bantuan ini ketimbang dana untuk saksi di seluruh Tanah Air.
Selain itu, dengan dana saksi yang begitu besar berarti partai politik harus siap diperiksa BPK pembukuan keuangannya, disusul harus membuka pintu pada KPK. Sekarang saja politisi cenderung sudah repot jika berurusan dengan KPK, apalagi kalau BPK dan KPK bebas memeriksa, bisa lebih ribet. ***
Ia menambahkan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dari usulan tersebut, terutama soal besaran anggaran. Sebab, jika usulan tersebut disetujui, sekali pencoblosan negara harus menganggarkan Rp10 triliun. Begitu pula kalau terjadi putaran kedua, negara kembali menganggarkan Rp10 triliun.
Padahal, masih banyak pula kebutuhan di sektor lain yang harus dibiayai negara. "Kalau Rp10 triliun sampai Rp20 triliun buat bangun SD, kan sudah bisa banyak," ujar Tjahjo.
Saat ini, puluhan ribu ruang kelas sudah rusak bahkan dilaporkan telah terancam ambruk dan membahayakan keselamatan jiwa anak-anak yang belajar di ruang kelas tersebut. Sebaiknya usulan DPR agar dana saksi pemilu ditanggung negara itu ditolak oleh wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Pemilu.
Masih amat banyak dibutuhkan dana di sektor lain yang bahkan sifatnya darurat, seperti membantu warga miskin mentas dari bawah garis kemiskinan, yang penanggulangannya perlu prioritas karena jumlah absolutnya justru bertambah, dari 27,73 juta orang pada September 2014 menjadi 27,76 juta orang pada September 2016 (BPS).
Pemilihan umum diikuti partai politik untuk memilih calon yang diusung partai politik, secara nyata tujuannya lewat pemilu itu berburu kekuasaan yang menyajikan segala kenikmatan. Oleh karena itu, selama ini sudah menjadi tradisi biaya saksi dalam pemilu ditanggung para peserta sebagai ongkos perjalanan menuju kekuasaan.
APBN telah membantu partai politik sebesar Rp108 per suara perolehannya dalam pemilu. Mungkin lebih tepat menaikkan dana bantuan ini ketimbang dana untuk saksi di seluruh Tanah Air.
Selain itu, dengan dana saksi yang begitu besar berarti partai politik harus siap diperiksa BPK pembukuan keuangannya, disusul harus membuka pintu pada KPK. Sekarang saja politisi cenderung sudah repot jika berurusan dengan KPK, apalagi kalau BPK dan KPK bebas memeriksa, bisa lebih ribet. ***
0 komentar:
Posting Komentar