Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Jokowi, Kerja-Kerja, Gebuk-Gebuk!

SETELAH ungkapan kerja, kerja, kerja, Presiden Jokowi kini menambah perbendaharaan kata khasnya: gebuk, gebuk, gebuk! Perintah gebuk itu ia tegaskan khusus kepada organisasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Pemerintah, kata Jokowi, tidak bakal ragu menindak organisasi-organisasi tersebut. "Saya dilantik jadi Presiden yang saya pegang konstitusi, kehendak rakyat. Bukan yang lain-lain. Misalnya PKI nongol, gebuk saja. Tap MPR jelas soal larangan itu," ujar Jokowi saat jumpa sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana, Rabu (Kompas.com, 17/5/2017).
Kata Jokowi, langkah menggebuk mereka yang melawan konstitusi bagian dari penegakan hukum. "Indonesia adalah negara demokrasi sekaligus negara hukum. Kalau ada yang keluar dari koridor itu, yang pas istilahnya ya digebuk," ujarnya.
Soal istilah digebuk yang pernah digunakan Presiden Soeharto di akhir masa jabatannya sengaja dipilih Jokowi untuk menunjukkan ketegasan pemerintah dan negara. "Kalau dijewer, nanti dikatakan Presiden tidak tegas," ujarnya sambil tersenyum.
Meskipun demikian, ketegasan itu diletakkan dalam nilai moral, etika, dan keadaban bangsa Indonesia. Di lapangan, Presiden minta Kapolri untuk tegas bertindak. "Jika ada bukti dan fakta, lakukan penegakan hukum. Jangan pakai hitung-hitungan lain selain penegakan hukum," tegas Jokowi.
Bukan rahasia umum lagi, organisasi apa yang dimaksud bertentangan dengan konstitusi itu sedang diproses pembubarannya. Namun, dengan pernyataannya yang bersifat umum untuk organisasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, bukan mustahil arah penegasan Presiden itu bisa lebih lebar lagi, tak sebatas organisasi yang telah diproses pembubarannya.
Selain ideologi komunisme, hal laten yang sering timbul menjadi masalah di negeri ini adalah usaha mengembalikan tujuh kata yang dicoret dari Jakarta Charter saat pengesahan UUD 1945. Ini jadi modus dalam membangun gerakan radikal dengan pembaiatan "pejuang"-nya seperti Komado Jihad di era 1970-an. Banyak kaum muda terpengaruh siap mengorbankan jiwa untuk melakukan aksi-aksi teror yang mematikan, termasuk bagi dirinya.
Belakangan, modus ini kembali muncul dalam orasi terbuka aksi massa. Cukup menyedihkan, para Bapak Pendiri Republik yang bersepakat menetapkan UUD 1945 untuk menjamin keutuhan NKRI itu mereka hujat. Ketegasan untuk itu jelas diperlukan agar tak laten. ***

0 komentar: