NENEK Ponco Sutiyem (95 tahun) asal Gunung Kidul, DIY, masuk nominasi aktris terbaik Festival Film ASEAN (AIFFA) 2017. Ia jadi pemeran utama film Ziarah garapan sutradara BW Purba Negara yang selain best actress, juga mendapat mominasi best film, best screenplay, dan best director.
Mbah Sutiyem bersaing dengan aktris pemeran utama ASEAN, yaitu Ngoc Thanh Tam (The Way Station/Vietnam), Subenja Pongkorn (Bangkok Nites/Laos), Al-Al Delas Allas (Area/Filipina), dan Cut Mini (Athirah/Indonesia). (Kompas.com, 7/5/2017)
Nek Sutiyem bukan aktris profesional dan tak punya pengalaman akting. Sutradara BW Purba Negara memilihnya berperan sebagai Mbah Sri dalam Ziarah karena punya potensi akting yang bagus.
Terbukti, aktingnya menarik perhatian dewan juri AIFFA 2017 yang terdiri dari U-Wei bin HJ Saari (Malaysia), Maxine Wiliamson (Australia), Siti Kamaluddin (Brunei), Eddie Cahyono (Indonesia), dan Raymond Red (Filipina).
Dalam pemilihan pemain, tim film Ziarah berkeliling ke desa-desa untuk mencari lansia yang mungkin untuk berakting.
"Kami mengunjungi rumah ke rumah, kami berbincang dengan mereka satu demi satu. Akhirnya kami bertemu Mbah Ponco Sutiyem, nenek berusia 95 tahun masih bersemangat menanam jagung dekat rumahnya di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul," tutur Bagus Sutriawan, co-produser film Ziarah. (Antaranews.com, 5/5/2017)
Pertimbangan utama pemeran film Ziarah adalan pada keautentikan, yang diutamakan bukan pengalaman akting, melainkan pengalaman hidup. Para pemeran film ini orang-orang yang pernah mengalami perang, termasuk Sutiyem.
Ia berperan sebagai Mbah Sri yang mencari makam suaminya yang hilang pada agresi militer Belanda kedua. Pencariannya bermuara pada satu tujuan ingin dimakamkan di samping makam suaminya.
Sutiyem juga punya pengalaman tak terlupakan pada masa perang. Pada saat itu ia sedang hamil tua. Rumahnya dihujani mortir dan peluru. Dia harus lari, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa potongan kisah hidupnya juga dimasukkan ke cerita Ziarah yang akan tayang di bioskop mulai 18 Mei 2017.
Tampilnya nenek usia 95 tahun asal Indonesia dalam nomine best actress Festival Film ASEAN ini memberi nilai khusus pada nalar warga bangsa ini. Pada usia pikun itu, nalarnya masih mampu mengeksplorasi akting sesuai arahan sutradara.
Sehat nalar seperti itu penting bagi kiprah para pengabdi kepentingan publik agar tak pikun lebih menonjolkan kepentingan pribadi. ***
Nek Sutiyem bukan aktris profesional dan tak punya pengalaman akting. Sutradara BW Purba Negara memilihnya berperan sebagai Mbah Sri dalam Ziarah karena punya potensi akting yang bagus.
Terbukti, aktingnya menarik perhatian dewan juri AIFFA 2017 yang terdiri dari U-Wei bin HJ Saari (Malaysia), Maxine Wiliamson (Australia), Siti Kamaluddin (Brunei), Eddie Cahyono (Indonesia), dan Raymond Red (Filipina).
Dalam pemilihan pemain, tim film Ziarah berkeliling ke desa-desa untuk mencari lansia yang mungkin untuk berakting.
"Kami mengunjungi rumah ke rumah, kami berbincang dengan mereka satu demi satu. Akhirnya kami bertemu Mbah Ponco Sutiyem, nenek berusia 95 tahun masih bersemangat menanam jagung dekat rumahnya di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul," tutur Bagus Sutriawan, co-produser film Ziarah. (Antaranews.com, 5/5/2017)
Pertimbangan utama pemeran film Ziarah adalan pada keautentikan, yang diutamakan bukan pengalaman akting, melainkan pengalaman hidup. Para pemeran film ini orang-orang yang pernah mengalami perang, termasuk Sutiyem.
Ia berperan sebagai Mbah Sri yang mencari makam suaminya yang hilang pada agresi militer Belanda kedua. Pencariannya bermuara pada satu tujuan ingin dimakamkan di samping makam suaminya.
Sutiyem juga punya pengalaman tak terlupakan pada masa perang. Pada saat itu ia sedang hamil tua. Rumahnya dihujani mortir dan peluru. Dia harus lari, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa potongan kisah hidupnya juga dimasukkan ke cerita Ziarah yang akan tayang di bioskop mulai 18 Mei 2017.
Tampilnya nenek usia 95 tahun asal Indonesia dalam nomine best actress Festival Film ASEAN ini memberi nilai khusus pada nalar warga bangsa ini. Pada usia pikun itu, nalarnya masih mampu mengeksplorasi akting sesuai arahan sutradara.
Sehat nalar seperti itu penting bagi kiprah para pengabdi kepentingan publik agar tak pikun lebih menonjolkan kepentingan pribadi. ***
0 komentar:
Posting Komentar