DALAM satu tahun tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun 0,17% atau 10 ribu orang, yakni dari 7,02 juta orang pada Februari 2016 atau 5,50% dari angkatan kerja, pada Februari 2017 menjadi 7,01 juta orang atau 5,33% dari 131,55 juta orang angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja tahun itu naik 3,88 juta orang.
Penduduk yang bekerja pada Februari 2017, kata Kepala BPS Suhariyanto, sebanyak 124,54 juta orang, naik 3,89 juta orang dibanding dengan Februari 2016. (Kompas.com, 5/5/2017)
Dengan penurunan pengangguran terbuka 0,17% setahun itu, berarti untuk menurunkan tingkat pengangguran 1% saja butuh waktu lebih lima tahun.
Lebih memprihatinkan lagi, jumlah orang yang bekerja di sektor informal setahun terakhir justru naik 0,07% menjadi 58,35% dari penduduk yang bekerja, menampung limpahan dari sektor modern yang mengalami penurunan, yakni sektor konstruksi turun 0,64%, dan sektor perdagangan turun 0,25%.
Makin dominannya jumlah pekerja di sektor informal itu bisa menjadi pertanda gerak maju sektor-sektor formal modern cenderung terseok. Buktinya, pekerja sektor industri hanya naik 0,07%, sektor transportasi pergudangan dan komunikasi 0,27%. Sedang lapangan kerja bauran sektor informal dan formal, sektor pertanian naik 0,27%, dan sektor jasa kemasyarakatan naik 0,42%.
Ironisnya, sektor informal yang menampung nyaris 60% tenaga kerja segenap bangsa ini kecil sekali mendapatkan aliran dana APBN. Mungkin hanya lewat dana desa dan dana program keluarga harapan (PKH), yang jelas kecil sekali dibanding dengan dana APBN yang mengalir ke semua sektor formal.
Maksudnya, jelas negara ini baru adil kalau distribusi APBN-nya sebanding dengan komposisi jumlah penduduk sektor masing-masing. Namun, nyatanya sekarang sektor yang menampung 58,35% dari total jumlah pekerja negeri ini mendapat stimulan anggaran yang amat kecil.
Tidak adilnya penyaluran anggaran itu menjadi salah satu penghambat usaha mengurangi pengangguran. Sebab, pengangguran itu pada dasarnya, setidaknya sebagian, merupakan mobilitas massa yang ingin mengubah nasib dari sektor informal ke sektor formal, tetapi kekurangan kapasitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan sektor formal.
Sebagian lagi mereka yang tercampak dari sektor formal, juga akibat kapasitasnya yang kurang. Kedua jenis pengangguran ini butuh peningkatan kapasitas dan kualitas untuk memacu pengurangan pengangguran, lewat kucuran APBN ke sektor informal, tempat mereka berjubel. ***
Dengan penurunan pengangguran terbuka 0,17% setahun itu, berarti untuk menurunkan tingkat pengangguran 1% saja butuh waktu lebih lima tahun.
Lebih memprihatinkan lagi, jumlah orang yang bekerja di sektor informal setahun terakhir justru naik 0,07% menjadi 58,35% dari penduduk yang bekerja, menampung limpahan dari sektor modern yang mengalami penurunan, yakni sektor konstruksi turun 0,64%, dan sektor perdagangan turun 0,25%.
Makin dominannya jumlah pekerja di sektor informal itu bisa menjadi pertanda gerak maju sektor-sektor formal modern cenderung terseok. Buktinya, pekerja sektor industri hanya naik 0,07%, sektor transportasi pergudangan dan komunikasi 0,27%. Sedang lapangan kerja bauran sektor informal dan formal, sektor pertanian naik 0,27%, dan sektor jasa kemasyarakatan naik 0,42%.
Ironisnya, sektor informal yang menampung nyaris 60% tenaga kerja segenap bangsa ini kecil sekali mendapatkan aliran dana APBN. Mungkin hanya lewat dana desa dan dana program keluarga harapan (PKH), yang jelas kecil sekali dibanding dengan dana APBN yang mengalir ke semua sektor formal.
Maksudnya, jelas negara ini baru adil kalau distribusi APBN-nya sebanding dengan komposisi jumlah penduduk sektor masing-masing. Namun, nyatanya sekarang sektor yang menampung 58,35% dari total jumlah pekerja negeri ini mendapat stimulan anggaran yang amat kecil.
Tidak adilnya penyaluran anggaran itu menjadi salah satu penghambat usaha mengurangi pengangguran. Sebab, pengangguran itu pada dasarnya, setidaknya sebagian, merupakan mobilitas massa yang ingin mengubah nasib dari sektor informal ke sektor formal, tetapi kekurangan kapasitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan sektor formal.
Sebagian lagi mereka yang tercampak dari sektor formal, juga akibat kapasitasnya yang kurang. Kedua jenis pengangguran ini butuh peningkatan kapasitas dan kualitas untuk memacu pengurangan pengangguran, lewat kucuran APBN ke sektor informal, tempat mereka berjubel. ***
0 komentar:
Posting Komentar