MAYORITAS netizen menyesalkan cepat viralnya di media sosial video dan foto-foto sadis korban bom teroris Kampung Melayu, Jakarta, Rabu (24/5/2017) malam. Disesalkan, karena dengan menyebar gambar sadis korban teroris hingga viral di media sosial, orang telah membantu teroris mencapai tujuan terorisme: membunuh seorang untuk menebar ketakutan ke jutaan orang.
Karena itu, reaksi pertama Presiden Jokowi atas bom Kampung Melayu itu menegaskan bahwa terorisme itu biadab dan kita tidak takut kepada terorisme. Hal serupa ditegaskan para pejabat kepolisian, tanpa kecuali polisi jadi sasaran utama teroris, yang pada bom Kampung Melayu tiga anggota Polri tewas sebagai korban serangan teroris.
Demikian pula netizen, penyebaran gambar sadis korban teroris reda di media sosial berkat tertutup dukungan pada tagar #kami tidak takut pada teroris, yang mendapat puluhan ribu twit di Twitter dan lebih 100 ribu like di Facebook sampai Kamis (25/5/2017) sore.
Namun, bagaimana ke depan netizen bisa menyadari untuk tidak lagi memviralkan gambar korban teroris yang menguntungkan terorisme, tentu perlu upaya saksama. Ini sekaligus sebagai program edukasi luas terkait penggunaan teknologi telepon selular (ponsel) yang sudah masif dewasa ini. Banyak netizen belum menyadari bahwa ponsel itu ruang publik.
Banyak hal yang harus dipahami dengan ponsel sebagai ruang publik sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Salah satunya, mengirim gambar dari satu nomor ponsel ke satu nomor ponsel lainnya melalui jaringan media sosial, orang sudah bisa dijerat hukum: seperti kasus pornografi yang dituduhkan ke Firza Husein.
Artinya, tak lagi cukup pemerintah asal main blokir saja pada akun yang mengandung muatan radikal atau porno, sedang UU-nya asal bisa menjerat rakyat yang salah guna ponsel karena tak tahu hukum. Tapi, sudah saatnya mencari cara menerapkan suatu aturan etika berkomunikasi dengan peranti ponsel di ruang publik. Dengan adanya aturan etika itu, sesama pengguna dalam sebuah komunitas bisa saling mengingatkan bila ada sejawatnya yang menjurus ugal-ugalan. Supaya tidak kebablasan dan terjerat kasus hukum.
Kalau tidak segera ada track kepastian yang baik dan buruk (etika) melengkapi yang salah dan benar (hukum/UU ITE yang sudah ada), dalam waktu tak lama lagi kekacauan pemakaian ponsel lebih buruk dari viralnya gambar korban teroris Kampung Melayu bisa terjadi. Kekacauan akibatnya bisa lebih merepotkan dibanding dengan terorisnya sendiri. ***
Demikian pula netizen, penyebaran gambar sadis korban teroris reda di media sosial berkat tertutup dukungan pada tagar #kami tidak takut pada teroris, yang mendapat puluhan ribu twit di Twitter dan lebih 100 ribu like di Facebook sampai Kamis (25/5/2017) sore.
Namun, bagaimana ke depan netizen bisa menyadari untuk tidak lagi memviralkan gambar korban teroris yang menguntungkan terorisme, tentu perlu upaya saksama. Ini sekaligus sebagai program edukasi luas terkait penggunaan teknologi telepon selular (ponsel) yang sudah masif dewasa ini. Banyak netizen belum menyadari bahwa ponsel itu ruang publik.
Banyak hal yang harus dipahami dengan ponsel sebagai ruang publik sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Salah satunya, mengirim gambar dari satu nomor ponsel ke satu nomor ponsel lainnya melalui jaringan media sosial, orang sudah bisa dijerat hukum: seperti kasus pornografi yang dituduhkan ke Firza Husein.
Artinya, tak lagi cukup pemerintah asal main blokir saja pada akun yang mengandung muatan radikal atau porno, sedang UU-nya asal bisa menjerat rakyat yang salah guna ponsel karena tak tahu hukum. Tapi, sudah saatnya mencari cara menerapkan suatu aturan etika berkomunikasi dengan peranti ponsel di ruang publik. Dengan adanya aturan etika itu, sesama pengguna dalam sebuah komunitas bisa saling mengingatkan bila ada sejawatnya yang menjurus ugal-ugalan. Supaya tidak kebablasan dan terjerat kasus hukum.
Kalau tidak segera ada track kepastian yang baik dan buruk (etika) melengkapi yang salah dan benar (hukum/UU ITE yang sudah ada), dalam waktu tak lama lagi kekacauan pemakaian ponsel lebih buruk dari viralnya gambar korban teroris Kampung Melayu bisa terjadi. Kekacauan akibatnya bisa lebih merepotkan dibanding dengan terorisnya sendiri. ***
0 komentar:
Posting Komentar