SELASA (9/1), di media sosial beredar tulisan berjudul Isi hati H Mustafa tentang Ustadz Ahmad Jajuli. Mustafa menyebutnya sebagai "sebelah saya". Mustafa dan A Jajuli (Mustafa-Aja) adalah pasangan calon gubernur Lampung yang sudah mendaftar di KPU provinsi sebagai peserta Pilkada 27 Juni 2018.
Kenapa saya membahas sebelah saya, tulis Mustafa, karena mulai sekarang dan ke depan, kami akan terus berjalan beriringan, satu visi, satu persepsi, dan satu impian yakni menebar manfaat seluas-luasnya dengan memimpin Lampung.
Beliau adalah Ustaz Ahmad Jajuli. Tidak hanya pendalaman agamanya, saya mengagumi beliau karena attitude, tutur kata dan sopan santun beliau yang sangat luar biasa. Siar agama yang kerap beliau lakukan membuatnya dipanggil ustaz atau Ustaz Aja (Ahmad Jajuli).
Dulu sebelum terjun ke dunia politik saya punya perspektif sendiri soal politik dan agama. Bagi saya keduanya adalah dunia yang bertentangan. Dulu saya sempat skeptis jika ada seorang ustaz terjun di dunia politik. Menurut saya, ustaz idealnya di pondok pesantren, pengajian, atau dakwah di masjid. Tapi setelah mendalami dunia politik, melihat secara langsung kejam dan kerasnya dunia politik, saya justru semakin menyadari dunia politik adalah ruang. Ruang di mana Anda bisa melakukan perubahan secara terstruktur dan luas. Ruang di mana Anda bisa menebar manfaat seluas-luasnya atau sebaliknya menanam keburukan seluas-luasnya "tergantung perspektif Anda".
Bicara soal ustaz dan politik, dulu saya mengotak-kotakkan, seolah-olah ustaz itu golongan putih, sementara politik merupakan dunia hitam. Ketika ustaz terjun ke dunia politik, semuanya menjadi abu-abu.
Semakin dalam saya berkeyakinan politik membutuhkan seorang alim atau ustaz menjadi bagian dari simpul kepemimpinan, orang baik, berilmu, atau apa pun yang spiritnya adalah takut kepada Tuhan. Karena takut kepada Tuhan akan meminimalisasi perbuatan buruk dan merugikan rakyat. Karena di situ ada ruang pertanggungjawaban kepada Yang Mahakuasa.
Poin saya adalah politik dengan segala kekejaman di dalamnya akan membawa kehancuran jika dipegang orang-orang jahat, culas, serakah, bodoh, tidak paham agama, dan memprioritaskan hawa nafsu ketimbang Tuhan.
Melihat fakta tersebut, tidak bisa tidak, orang baik harus berpolitik, harus berpartisipasi dalam politik. Orang baik yang tidak berpolitik, sama saja sedang memberi kesempatan kepada orang zalim untuk mengambilnya. ***
Beliau adalah Ustaz Ahmad Jajuli. Tidak hanya pendalaman agamanya, saya mengagumi beliau karena attitude, tutur kata dan sopan santun beliau yang sangat luar biasa. Siar agama yang kerap beliau lakukan membuatnya dipanggil ustaz atau Ustaz Aja (Ahmad Jajuli).
Dulu sebelum terjun ke dunia politik saya punya perspektif sendiri soal politik dan agama. Bagi saya keduanya adalah dunia yang bertentangan. Dulu saya sempat skeptis jika ada seorang ustaz terjun di dunia politik. Menurut saya, ustaz idealnya di pondok pesantren, pengajian, atau dakwah di masjid. Tapi setelah mendalami dunia politik, melihat secara langsung kejam dan kerasnya dunia politik, saya justru semakin menyadari dunia politik adalah ruang. Ruang di mana Anda bisa melakukan perubahan secara terstruktur dan luas. Ruang di mana Anda bisa menebar manfaat seluas-luasnya atau sebaliknya menanam keburukan seluas-luasnya "tergantung perspektif Anda".
Bicara soal ustaz dan politik, dulu saya mengotak-kotakkan, seolah-olah ustaz itu golongan putih, sementara politik merupakan dunia hitam. Ketika ustaz terjun ke dunia politik, semuanya menjadi abu-abu.
Semakin dalam saya berkeyakinan politik membutuhkan seorang alim atau ustaz menjadi bagian dari simpul kepemimpinan, orang baik, berilmu, atau apa pun yang spiritnya adalah takut kepada Tuhan. Karena takut kepada Tuhan akan meminimalisasi perbuatan buruk dan merugikan rakyat. Karena di situ ada ruang pertanggungjawaban kepada Yang Mahakuasa.
Poin saya adalah politik dengan segala kekejaman di dalamnya akan membawa kehancuran jika dipegang orang-orang jahat, culas, serakah, bodoh, tidak paham agama, dan memprioritaskan hawa nafsu ketimbang Tuhan.
Melihat fakta tersebut, tidak bisa tidak, orang baik harus berpolitik, harus berpartisipasi dalam politik. Orang baik yang tidak berpolitik, sama saja sedang memberi kesempatan kepada orang zalim untuk mengambilnya. ***
0 komentar:
Posting Komentar