POLEMIK tentang gangguan jiwa pada Presiden Donald Trump merebak sejak terbit buku karya jurnalis Michael Wolff, Fire and Fury Inside Tne Trump White House. Sebelum itu, para psikiater juga menyoroti kejiwaan Trump, lewat buku The Dangerous Case of Donald Trump karya Brandy X Lee, Twilight of American Sanity karya Allen Frances, dan Fantasyland karya Kurt Andersen.
Buku Wolff menggambarkan Trump sebagai sosok tak sabaran, tak bisa fokus, mengulang berbagai hal, dan mengoceh tanpa ujung pangkal. Itu ia tulis sebagai kesaksian selama mendapat akses ke Gedung Putih.
Saat itu, menurut Wolff, orang-orang di sekitar Trump mulai menyadari bahwa kondisi kejiwaannya tergelincir. Presiden berusia 71 tahun itu kerap mengulang-ulang kalimat. Repetisi itu tanda kepikunan.
"Semua orang sangat menyadari laju repetisinya yang meningkat," tulis Wolff. "Awalnya dia mengulang tiga cerita yang sama kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dalam kurun 30 menit. Kini hal itu dia lakukan dalam 10 menit," tulis Reuters. (detik-news, 8/1/2018).
Trump mengecam penggambaran Wolff dalam bukunya itu. Lewat akun Twitter-nya, Trump mengklaim dirinya sebagai "genius yang sangat stabil" serta memiliki dua aset terbesar, yakni mental yang stabil dan sangat pintar."
Bantahan Trump dan gaya bicaranya justru mendorong khalayak makin menggunjingkan kondisi kejiwaannya. Ada yang menduga Sang Presiden mengidap alzheimer hingga kepribadian narsistik. Brandy X Lee, profesor bidang psikiatri di Universitas Yale, mengatakan kepada sekelompok senator yang sebagian besar dari Partai Demokrat, gangguan jiwa Trump akan terungkap dan kita melihat gejalanya. Bagi para senator, kondisi kejiwaan Trump ini masalah penting. Sebab, sesuai dengan Amendemen ke-25 Konstitusi AS, jika akibat sesuatu hal presiden dinilai tidak sanggup menjalankan tugas dan kewenangannya, wakil presiden harus mengambil alihnya.
Namun sejauh ini belum ada tanda-tanda proses itu akan ditempuh. Sepanjang sejarah juga belum pernah ada presiden dilengserkan dengan Amendemen ke-25. Meski beberapa presiden AS pernah mengalami gangguan jiwa. Abraham Lincoln, misalnya, mengidap depresi klinis. Ronald Reagan juga sering mengalami amnesia, tak bisa memastikan berada di mana.
Dugaan ini akan dibuktikan tim dokter kepresidenan pekan depan saat Trump menjalani pemeriksaan medis pertama sejak dilantik. Namun, terikat etika kedokteran dan aturan hukum, hasilnya tak bisa diungkap ke publik. ***
Saat itu, menurut Wolff, orang-orang di sekitar Trump mulai menyadari bahwa kondisi kejiwaannya tergelincir. Presiden berusia 71 tahun itu kerap mengulang-ulang kalimat. Repetisi itu tanda kepikunan.
"Semua orang sangat menyadari laju repetisinya yang meningkat," tulis Wolff. "Awalnya dia mengulang tiga cerita yang sama kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dalam kurun 30 menit. Kini hal itu dia lakukan dalam 10 menit," tulis Reuters. (detik-news, 8/1/2018).
Trump mengecam penggambaran Wolff dalam bukunya itu. Lewat akun Twitter-nya, Trump mengklaim dirinya sebagai "genius yang sangat stabil" serta memiliki dua aset terbesar, yakni mental yang stabil dan sangat pintar."
Bantahan Trump dan gaya bicaranya justru mendorong khalayak makin menggunjingkan kondisi kejiwaannya. Ada yang menduga Sang Presiden mengidap alzheimer hingga kepribadian narsistik. Brandy X Lee, profesor bidang psikiatri di Universitas Yale, mengatakan kepada sekelompok senator yang sebagian besar dari Partai Demokrat, gangguan jiwa Trump akan terungkap dan kita melihat gejalanya. Bagi para senator, kondisi kejiwaan Trump ini masalah penting. Sebab, sesuai dengan Amendemen ke-25 Konstitusi AS, jika akibat sesuatu hal presiden dinilai tidak sanggup menjalankan tugas dan kewenangannya, wakil presiden harus mengambil alihnya.
Namun sejauh ini belum ada tanda-tanda proses itu akan ditempuh. Sepanjang sejarah juga belum pernah ada presiden dilengserkan dengan Amendemen ke-25. Meski beberapa presiden AS pernah mengalami gangguan jiwa. Abraham Lincoln, misalnya, mengidap depresi klinis. Ronald Reagan juga sering mengalami amnesia, tak bisa memastikan berada di mana.
Dugaan ini akan dibuktikan tim dokter kepresidenan pekan depan saat Trump menjalani pemeriksaan medis pertama sejak dilantik. Namun, terikat etika kedokteran dan aturan hukum, hasilnya tak bisa diungkap ke publik. ***
0 komentar:
Posting Komentar