Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pasar Politik itu Bernama Millennial!

GENERASI millennial yang oleh lembaga survei Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) dikelompokkan dalam rentang usia 17—34 tahun, populasinya 34,4% dari penduduk Indonesia. Sebagai pasar politik, dengan itu generasi millennial signifikan bagi penentuan pemenang Pilpres 2019.

Berdasar survei SMRC yang dilakukan di 34 provinsi pada 7—13 Desember 2017, dengan pertanyaan jika pilpres dilakukan hari ini Anda memilih siapa, dari 4,7% responden berusia di bawah 21 tahun, 45%-nya memilih Jokowi, 29% memilih Prabowo, 21% memilih nama di luar kedua nama tersebut, dan 6% belum tahu memilih siapa.
Naik ke kelompok umur 22—25 tahun, dari 5,2% responden pada usia tersebut 40% memilih Jokowi, 18% memilih Prabowo, 36% memilih nama di luar keduanya, dan 5% belum tahu akan memilih siapa. Sedangkan di tingkat usia 26—40 tahun yang merupakan 33,9% dari responden, 58% memilih Jokowi, 19% pilih Prabowo, 15% memilih calon lainnya, dan 8% belum tahu.
Secara keseluruhan dari hasil survei SMRC, jika pilpres dilaksanakan Desember 2017, 53,8% memilih Jokowi dan 18,5% memilih Prabowo. (Kompas.com, 2/1)
Dibanding hasil Pilpres 2014 di kisaran Jokowi 52% dan Prabowo 48%, dengan mesin politik dan kiprah berkuasa sepenuh waktu, ternyata peningkatan elektabilitas Jokowi tidak cukup besar.
Sebaliknya, Prabowo yang memanaskan mesin juga belum, serta sepenuh waktu pascapilpres relatif tidak berbuat sesuatu untuk peningkatan elektabilitas, masih bisa bertahan pada tingkat itu pun cukup lumayan.
Sedang dari Partai Gerindra sebagai oposan juga cuma Fadli Zon dan Ahmad Muzani yang vokal dalam polemik isu-isu sentral dengan kelompok berkuasa. Dengan itu, berdasar survei terakhir Litbang Kompas, Gerindra naik ke peringkat dua dengan 10,8%, menyalip Golkar yang terpuruk kasus Setya Novanto di peringkat tiga dengan 7,8%, di bawah PDIP pada elektabilitas 30,3%. (Kompas.com, 21/10/2017)

Kevokalan kader Gerindra di tingkat nasional mendukung Fadli Zon dan Ahmad Muzani untuk mempertegas oposisinya diperlukan guna mendongkrak persentase elektabilitas di peringkat dua agar kian mendekati PDIP dan selaras dengan elektabilitas Prabowo. Dengan begitu, ketika Prabowo memanaskan mesin untuk balapan pilpres, capres dan partainya start seimbang.
Di sisi lain, dengan kiprah pembangunan infrastrukturnya ternyata elektabilitas Jokowi cuma naik sedikit dari Pilpres 2014, kubu Jokowi harus bekerja lebih keras lagi untuk mencapai elektabilitas yang lebih aman. ***

0 komentar: