Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

90% Internet Dipakai buat Chatting!

HAMPIR 90% dari 143,26 juta total pengguna internet di Indonesia 2017 memakainya untuk chatting. Sedangkan layanan internet untuk perbankan persentasenya terendah, hanya 7,39%. Total pengguna internet itu 54,68% dari penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta jiwa.
Hal itu terjadi karena penggunaan internet di Indonesia didominasi kelompok masyarakat level ekonomi C atau kelas menengah bawah sebesar 74,62%, ditambah 7,39% pengguna berasal dari kelompok ekonomi D atau strata sosial ekonomi bawah. Sisanya, 16,02% pengguna internet dari kelompok ekonomi B atau strata menengah atas, sedang kelompok ekonomi A atau strata atas hanya 1,98%.
Sementara dalam penggunaannya, 89,35% layanan diakses untuk chatting. Disusul 87,13% untuk media sosial, unggah foto di Instagram, Facebook, dan sebagainya.
Peringkat ketiga penggunaan untuk pencarian atau search engine sebesar 74,84%, lalu layanan untuk melihat gambar atau foto 72,29%. Kemudian penggunaan internet untuk menjual barang sebesar 32,19%, sedang untuk membeli barang 8,12%.
Demikian hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017. Sekjen APJII Henri Kasyfi Soemartono menyatakan jumlah pengguna internet tersebut meningkat dibanding dengan 2016 sebanyak 132,7 juta jiwa. "Setiap tahun memang angkanya naik terus," ujar Henri. (Kompas.com, 19/2/2018)
Pengguna internet yang lebih 80% didominasi masyarakat strata sosial ekonomi menengah bawah dan bawah itu menjadikan pengguna internet rawan terpengaruh konten negatif. Ini diakui Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi Samuel Abrijani Pengerapan, 65% pengguna internet Indonesia cenderung memercayai kebenaran segala informasi di dunia maya tanpa melakukan cek dan ricek.
Itu hasil survei CIGI-Ipsos 2016. "Padahal konten di internet bisa difabrikasi. Tergantung dari siapa yang menyajikan informasi itu," tukas Samuel. (Kompas.com, 8/12/2018)
Kerawanan mayoritas pengguna internet terpengaruh konten negatif itu, memperkuat perlunya literasi digital. Terutama di kalangan generasi muda, mendesak upaya prioritas untuk membangun kesadaran kritis agar tak mudah hanyut dalam arus informasi hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah.
Untuk literasi digital itu, tentu bukan lewat cara kuno penataran dan indoktrinasi yang menguras biaya. Tapi lewat medsos, kalau konten negatif bisa difabrikasi, jelas lebih efektif kalau materi literasi digital juga difabrikasi dengan penyajian memikat. ***http://www.lampost.co/berita-90-internet-dipakai-buat-chatting

0 komentar: