DATA Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menunjukkan dari total produk yang dijual toko online (daring) di Indonesia saat ini, 93%—94% merupakan produk impor. Produk lokal baru 6%—7%. "Kami pelaku merasakan ini perkembangannya cepat sekali," ujar Aulia E. Martino, Ketua Umum idEA, yang sekaligus CEO Blanja.com. "Kapan lokal kita bisa lebih cepat dari yang kita bayangkan. Sebab, kalau saat asing masuk secara natural, kita akan ketinggalan." (detik-finance, 3/2/2018) Di tingkat perkembangan awal, penawaran barang di bisnis online memang cenderung dipenuhi produk impor yang sudah siap nian dari sono-nya, terutama produk branded (bermerk terkenal). Sedang produk lokal, di luar busana muslim yang relatif cukup siap, produk lain umumnya baru “melihat-lihat” prospek bisnis daring. Apalagi kalau yang diandalkan produk UMKM, perlu persiapan, pembinaan, dan bimbingan lebih intensif lagi. Memang kekuatan UMKM sering dibanding dengan pada masa krisis mampu menyumbang lebih 50% produk domestik bruto (PDB). Itu terjadi oleh sumbangan UMKM dalam produk nonkemasan di pasar tumpah, pasar kaki lima dan usaha informal lainnya. Sedangkan di pasar daring bersaing kemasan dan label yang memikat atau sekalian karya kerajinan yang khas. Semua itu masih perlu dikonsolidasikan pengadaan, kualitas, keindahan kemasan, dan harganya. Artinya, untuk bersaing dengan produk asing branded yang kini masih jadi pilihan utama pembeli domestik, perlu banyak pembenahan yang harus dilakukan secara bertahap dan konsisten. Apalagi produk asing yang laris manis di toko daring kita itu barang-barang yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, seperti gawai (telepon seluler), jam tangan, dan sejenisnya, yang harganya jauh lebih murah dari toko offline. Untuk itu, masyarakat kita perlu kerja keras menambah lebih banyak produk lokal yang layak ditawarkan dalam daftar di market place dengan kualitas produk dan harga bersaing. Seiring dengan peningkatan jumlah produk lokal yang dipajang tersebut, kita tidak pula keburu Chauvisnist, berlebihan mengklaim produk kita terbaik dan lantas membatasi produk asing. Dalam hal ini tentu tidak salah memberlakukan pajak e-commerce sejak awal ketika belanja online masih 0,7% dari transaksi perdagangan di Indonesia. Dengan efektifnya pajak e-commerce itu, makin pesat pun laju penjualan daring, akan membawa manfaat bagi masyarakat bangsa. Apalagi peningkatan belanja itu menyumbang pada pertumbuhan ekonomi. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar