Melawan arus pandangan universal bahwa media massa arus utama (mainstream) kian mendekati akhir eksistensinya, Presiden Joko Widodo menilai justru ke depan media massa arus utama (cetak dan elektronik) akan makin dibutuhkan sebagai tumpuan menguji kebenaran informasi yang melimpah di media sosial.
"Mungkin lima tahun belakangan ini kita sering mendengar berbagai analisis bahwa media mainstream akan terus digeser oleh media sosial. Media massa sebagai pilar keempat demokrasi diprediksi sulit bersaing dengan media sosial," ujar Presiden Jokowi.
"Tapi saya percaya, di tengah era melimpahnya informasi, pers justru makin dibutuhkan untuk menjadi pilar penegak penyampaian kebenaran, sebagai pilar penegak fakta-fakta, sebagai pilar penegak aspirasi masyarakat," tegas Jokowi dalam pidato Hari Pers Nasional 2018, Jumat. (Kompas.com, 9/2)
Lebih dari itu, Presiden Jokowi percaya media massa ke depan akan mengambil peran dalam membangun narasi kebudayaan baru, membangun narasi peradaban baru, memotret masyarakat yang bergerak cepat dan makin efisien.
Masyarakat seperti itulah yang menurut Presiden tengah melahirkan revolusi industri 4.0 yang berbasis pada digitalisasi, kekuatan komputasi, dan analitik data.
"Saya terus berharap insan pers Indonesia menjadi penyalur kebenaran, penyalur fakta, sekaligus penyalur aspirasi masyarakat," tegas Jokowi.
Pernyataan Jokowi itu membawa pers kembali ke khitahnya, terutama dalam posisinya sebagai penegak dan pengawal kebenaran, serta sebagai cerminan ekspresi masyarakat. Kepercayaan Jokowi peran media massa yang sedemikian akan makin dibutuhkan dan tak bisa digeser media sosial, tidak berlebihan.
Alasannya pertama, karena media arus utama dikelola secara profesional baik kontennya maupun manajemen usahanya. Pengisian materinya diamalkan dengan kode etik jurnalistik sehingga kebenaran isinya bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya. Bahkan iklannya, juga terikat pada etika periklanan seperti diatur UU Pers.
Sedangkan media sosial diisi secara amatiran, belum memiliki standar profesionalisme maupun etikanya, sehingga seperti selama ini, isinya banyak materi hoaks dan mudah dijadikan sebagai pelampiasan ujaran kebencian. Dengan konten yang tidak terjamin kebenarannya itu, jelas media sosial belum bisa menggantikan peran media arus utama.
Namun demikian, media arus utama harus senantiasa beradaptasi menyesuaikan diri agar selalu relevan dengan kekinian zamannya. ***http://www.lampost.co/berita-media-arus-utama-kian-dibutuhkan
0 komentar:
Posting Komentar