Hasil assessment Dana Moneter Internasional (IMF) yang dirilis pekan lalu menyebutkan, dengan skenario reformasi fiskal dan reformasi lainnya pertumbuhan potensial Indonesia bisa mencapai 6,5% di jangka menengah, yakni tahun 2022.
Hasil assessment IMF itu dimuat dalam Laporan Konsultasi Artikel IV untuk Indonesia 2017, isinya telah dibahas dalam pertemuan Dewan Direktur IMF di Washington DC 10 Januari 2018. Inti assessment menyebutkan Indonesia berada pada posisi yang baik dalam mengatasi berbagai tantangan sosioekonomi.
Para direktur eksekutif IMF dalam pertemuan tersebut memuji perekonomian Indonesia dan menyambut baik fokus bauran kebijakan jangka pendek yang untuk mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas.
Dewan Direktur juga memandang positif upaya otoritas yang memfokuskan pengeluaran publik ke sektor-sektor prioritas dan menyambut baik kemajuan investasi infrastruktur di Indonesia.
Ke depan, Dewan Direktur memandang outlook perekonomian Indonesia positif namun menekankan perlunya tetap waspada terhadap berbagai risiko.
"Para direktur eksekutif IMF menekankan bahwa tahapan reformasi fiskal struktural yang baik harus menjadi prioritas sehingga bisa dilakukan mobilisasi penghasilan negara untuk mendukung kebutuhan pembiayaan pembangunan lainnya," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyambut hasil assessment IMF. "Kondisi makroekonomi terjaga sehingga risiko sistemik dapat terkendali," tambah Agus. (Kompas.com, 7/2/2018)
Menurut Agus, pandangan IMF itu sejalan dengan hasil assessment BI yang meyakini resilience perekonomian Indonesia makin membaik. Inflasi selama 2017 berada pada level yang rendah sebesar 3,61% secara tahunan (yoy).
Dalam tiga tahun terakhir secara konsisten inflasi berhasil dikendalikan dalam kisaran sasaran. Inflasi yang terjaga pada level yang rendah dan stabil memberikan suasana yang kondusif bagi upaya penguatan momentum pemulihan ekonomi domestik.
Di balik dorongan IMF mengejar pertumbuhan tinggi, ekonomi Indonesia 2017 meski hanya tumbuh 5,07% berhasil menciptakan keseimbangan dengan seperempat dari APBN untuk pendidikan dan kesehatan, serta hampir 10% lainnya untuk menanggulangi kemiskinan lewat berbagai program bantuan sosial untuk warga miskin dan Dana Desa.
Artinya, andai mengikuti saran IMF, fokus terhadap ancaman krisis sosial harus dijaga. Contohnya, justru saat Presiden Jokowi giat membangun infrastruktur Papua, krisis gizi buruk meletus di Asmat. ***http://www.lampost.co/berita-imf-indonesia-bisa-tumbuh-65
Para direktur eksekutif IMF dalam pertemuan tersebut memuji perekonomian Indonesia dan menyambut baik fokus bauran kebijakan jangka pendek yang untuk mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas.
Dewan Direktur juga memandang positif upaya otoritas yang memfokuskan pengeluaran publik ke sektor-sektor prioritas dan menyambut baik kemajuan investasi infrastruktur di Indonesia.
Ke depan, Dewan Direktur memandang outlook perekonomian Indonesia positif namun menekankan perlunya tetap waspada terhadap berbagai risiko.
"Para direktur eksekutif IMF menekankan bahwa tahapan reformasi fiskal struktural yang baik harus menjadi prioritas sehingga bisa dilakukan mobilisasi penghasilan negara untuk mendukung kebutuhan pembiayaan pembangunan lainnya," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyambut hasil assessment IMF. "Kondisi makroekonomi terjaga sehingga risiko sistemik dapat terkendali," tambah Agus. (Kompas.com, 7/2/2018)
Menurut Agus, pandangan IMF itu sejalan dengan hasil assessment BI yang meyakini resilience perekonomian Indonesia makin membaik. Inflasi selama 2017 berada pada level yang rendah sebesar 3,61% secara tahunan (yoy).
Dalam tiga tahun terakhir secara konsisten inflasi berhasil dikendalikan dalam kisaran sasaran. Inflasi yang terjaga pada level yang rendah dan stabil memberikan suasana yang kondusif bagi upaya penguatan momentum pemulihan ekonomi domestik.
Di balik dorongan IMF mengejar pertumbuhan tinggi, ekonomi Indonesia 2017 meski hanya tumbuh 5,07% berhasil menciptakan keseimbangan dengan seperempat dari APBN untuk pendidikan dan kesehatan, serta hampir 10% lainnya untuk menanggulangi kemiskinan lewat berbagai program bantuan sosial untuk warga miskin dan Dana Desa.
Artinya, andai mengikuti saran IMF, fokus terhadap ancaman krisis sosial harus dijaga. Contohnya, justru saat Presiden Jokowi giat membangun infrastruktur Papua, krisis gizi buruk meletus di Asmat. ***http://www.lampost.co/berita-imf-indonesia-bisa-tumbuh-65
0 komentar:
Posting Komentar