SAAT gempa yang disusul tsunami melanda Palu, Donggala, dan Sigi, terjadi likuefaksi. Itu, fenomena lumpur sedalam delapan meter yang terproses akibat gempa menelan lebih 700 rumah di Perumnas Balaroa (Palu) dan ratusan rumah lainnya di Petobo, perumahan di perbatasan Kabupaten Sigi dan Kota Palu. Diperkirakan banyak orang terkubur bersama rumah mereka di dua lokasi perumahan tersebut. Prediksi likuefaksi di kawasan itu sebenarnya sudah dibuat ahli geologi sejak 2012. "Di dalamnya ada keterangan sangat tinggi, tinggi, dan rendah. Itu probabilitas kejadiannya. Kalau tinggi, dia berpotensi sekali terjadi likuefaksi," kata Taufik Wira Buana, peneliti Geologi Teknik, Pusat Air Tanah, dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi. (Tempo.co, 4/10/2018) Riset 2012 itu menghasilkan peta zona bahaya likuefaksi untuk daerah Palu dan sekitarnya. Peta tersebut sudah diserahkan pada pemda setempat. Menurut Taufik, Balaroa dan Petobo termasuk daerah yang berpotensi terjadi likuefaksi. "Balaroa potensi tinggi. Sementara Petobo sangat tinggi di peta tersebut," ujarnya. Likuefaksi secara sederhana adalah proses hilangnya kekuatan tanah, daya dukung tanah, karena proses pencairan atau pembuburan akibat efek guncangan gempa bumi. Efek likuefaksi ada yang bersifat lokal dan ada yang menjangkau area luas. Likuefaksi yang lokal akan terjadi dalam spot-spot. Pengaruhnya tidak luas. "Merusak fondasi bangunan di sekitarnya," ujar Taufik. Adapun likuefaksi yang menjangkau areal luas, umumnya terjadi karena disertai gerakan tanah. Dua fenomena, likuefaksi dan pergeseran tanah saling berkaitan. Pada peristiwa gempa Palu magnitudo 7,4, likuefaksi yang memicu gerakan tanah terjadi di Balaroa dan Petobo. Di peta Badan Geologi 2012, sebagian besar wilayah Kota Palu rawan terhadap likuefaksi. Wilayah di Teluk Palu juga ternyata punya potensi tinggi likuefaksi. Bandara Mutiara Al Jufri yang tidak jauh dari Petobo, juga berada dalam zona potensi likuefaksi sangat tinggi. Fenomena pencairan tanah (likuefaksi) pertama diungkap Allen Hazen, mengacu kegagalan bendungan Calaveras di California 1918. Pada 1964, likuefaksi terjadi pada gempa di Nigata dan Alaska. Gempa Loma Prieta pada 1989, lalu gempa Kobe 1995. Likuefaksi, disebut Wikipefis, terjadi karena tekanan air dalam pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi seperti pasir isap. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar