Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Masyarakat Dibelah Bebal Politik!

PENGAMAT politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno melihat hingga empat tahun pemerintahan Jokowi-JK masih dibayangi polarisasi, masyarakat seolah dibelah menjadi dua kubu pendukung Jokowi dan anti-Jokowi oleh apa yang dia sebut bebal politik. Yakni, banyak orang yang tidak rasional dan objektif dalam berpolitik. Sentimen-sentimen negatif dituduhkan kepada pemerintah, bahkan dibumbui dengan berita bohong atau hoaks yang ekstrem. Masyarakat bebal politik, menurut Adi, juga cenderung menutup mata dari kebaikan yang telah dicapai pemerintah dan mengedepankan emosi yang berdasarkan pada rasa tidak suka. Jadi, enggak peduli Jokowi bekerja atau tidak, enggak peduli Jokowi sudah berbuat banyak selama empat tahun untuk bangsa, yang penting asal bukan Jokowi aja. Menurut saya, ini semacam bebal politik, masyarakat cenderung tidak rasional," kata Adi. (Kompas.com, 21/10/2018) Isu-isu yang cenderung menjurus hoaks dan fitnah seperti Jokowi seorang PKI, pro-asing, dan anti-Islam, terus dimunculkan sekalipun Jokowi telah mengklarifikasi ketidakbenaran isu tersebut. Meski banyak isu digulirkan kubu anti-Jokowi, Adi menilai Jokowi cenderung cuek. Jokowi menyerahkan segala hoaks dan fitnah kepada penegak hukum. Adanya polarisasi politik menandakan mental model politik publik masih belum berkembang. Bahkan, pendidikan yang sudah makin maju dan teknologi komunikasi kian terbarukan, ternyata tidak membuat masyarakat menjadi makin sehat dalam berdemokrasi. "Mereka boleh kaya, boleh maju, boleh kenal teknologi yang canggih, tapi mental model politiknya, saya dan mereka, we and the others, kan begitu pola polarisasinya," ujarnya. Jika hal ini terus dibiarkan, akan berbahaya bagi proses demokrasi. Seolah demokrasi berjalan baik, tapi digerogoti secara perlahan dari dalam karena masyarakat terpaut polarisasi. Karena itu, penting membenahi pendidikan politik dalam masyarakat. Publik perlu diberi wawasan yang lebih luas bahwa politik bukan soal suka atau tidak suka. Berpolitik harus dengan kerendahan hati, mau mengakui kelompok lain yang berprestasi. Untuk pendidikan politik yang baik, elite politik memegang peran utama. Elite seharusnya mampu mempertontonkan sikap yang rasional dan objektif, tidak hanya memunculkan narasi negatif tanpa kritik yang membangun. Peranan tokoh agama juga penting dalam pendidikan politik. Sebagai panutan, tokoh agama mengajak umat menjauhi ujaran kebencian, hoaks, dan fitnah.

0 komentar: