PERANG dagang yang disulut Amerika Serikat terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan sejumlah negara lain tampak mengimbas ke dalam negeri AS sendiri. Senjata makan tuan. Kamis (11/10), bursa saham negeri itu rontok terimbas perang dagang dan penaikan berturut suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed. Trump marah, menuding The Fed gila! Hari itu, Indeks Dow Jones anjlok minus 3,15%, S&P500 minus 3,29%, dan Nasdaq Composite turun 4,08%. "Saya pikir The Fed membuat kesalahan. Mereka terlalu keras. Saya pikir The Fed gila," tukas Trump. (CNN-I, 11/10/2018) Ia menyebut koreksi itu sebenarnya sudah lama ditunggu pelaku pasar. Namun, ia menegaskan tidak suka dengan keputusan The Fed untuk mengerek terus suku bunga acuannya. "Saya sangat tidak setuju dengan yang dilakukan The Fed," tegas Trump. Trump mengambinghitamkan The Fed atas rontoknya bursa saham negerinya, kayaknya untuk mengalihkan perhatian publik dari kenyataan justru perang dagang yang ia sulut sendiri penyebab sebenarnya. Padahal, Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde di Bali menyatakan perang dagang yang disulut AS itu mengurangi 1% produk domestik bruto (PDB) global dalam dua tahun ke depan. Changyong Rhee, direktur Departemen Asia Pasifik IMF, menyatakan perang dagang AS-RRT tersebut selain imbas globalnya menurunkan pertumbuhan ekonomi Asia 0,9%, khusus terhadap ekonomi Tiongkok penurunan pertumbuhannya bisa mencapai 1,6%. Juga AS, tidak lolos dari dampak perang dagang yang ia sulut dengan penurunan pertumbuhan 0,9%. Rontoknya bursa saham AS itu juga pertanda awal imbas perang dagang yang membuat industri dalam negerinya membayar lebih mahal bahan baku dan bahan penolong dengan tambahan tarif impor yang ditetapkan Trump. Apalagi dalam kelanjutan perang dagang, makin banyak dan makin luas daftar bahan baku dan penyangga industri mereka yang kena tarif tinggi. Menangkal imbas lebih lanjut perang dagang, menurut Rhee, IMF merekomendasikan negara-negara Asia untuk menggelontorkan stimulus kebijakan jangka pendek. Tidak hanya itu, negara-negara Asia juga didorong untuk melakukan penyeimbangan kembali terhadap sumber pertumbuhan domestik. "Ini sejalan dengan ketegangan masih terjadi dan memiliki implikasi terhadap keberlanjutan model pertumbuhan (ekonomi) Asia yang didorong oleh perdagangan," ujar Rhee. Itulah perang, korbannya bukan hanya pada yang diserang, melainkan juga pada penyerang. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar