MESKI sempat merangkak naik setelah anjlok 20% pada Selasa (13/11/2018), sepekan kemudian Selasa (20/11/2018) harga minyak dunia berlanjut turun hingga ke titik terendah sejak Oktober 2017. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 6,6% lagi jadi 52,77 dolar AS/barel, minyak Brent juga turun 6,6% jadi 61,71 dolar AS/barel. Pada posisi terakhir itu harga minyak mentah patokan AS (WTI) telah turun hingga 31% dari harga tertinggi empat bulan lalu. Sementara Brent telah anjlok hampir 29% dari level tertingginya. Harga minyak mentah berjangka jatuh setelah Presiden Donald Trump mengeluarkan pernyataan AS akan tetap bersama Arab Saudi meski terdapat kasus pembunuhan wartawan sekaligus warga negara AS Jamal Khashogi oleh agen Arab Saudi. (Kompas.com, 21/11) Pernyataan yang oleh Trump disebut sebagai implementasi America First itu memicu pasar minyak berjangka menjadi bearish oleh aksi jual besar-besaran oleh investor untuk melepaskan aset berisiko. Dikutip dari CNBC, anjloknya penjualan di sektor energi diikuti kemunduran tajam di pasar saham. Indeks Dow Jones anjlok lebih 500 poin setelah sebelumnya membukukan kerugian hampir 400 poin. "Ketakutan berikutnya adalah ketika ekuitas jatuh sebagai cerminan pertumbuhan ekonomi yang melambat, itu juga akan menekan pertumbuhuan permintaan minyak," ujar Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow. Namun, mengelak dari tudingan langkah politik kontroversialnya sebagai penyebab anjloknya harga minyak dunia, Trump 'ngeles' di akun Twitter resminya dengan memuji Arab Saudi telah membantu menjaga harga minyak. "Harga minyak semakin turun! Hebat! Ini seperti insentif besar untuk Amerika dan Dunia. Nikmatilah harga US$ 54 sampai US$ 82. Terima kasih Arab Saudi, mari menuju harga yang lebih rendah," kicau Trump. (detikFinance, 22/11) Padahal, negara-negara produsen minyak utamanya OPEC kelabakan harga minyak dunia turun drastis. Arab Saudi pernah mengalami masalah anggaran ketika harga minyak anjlok di bawah 50 dolar AS/barel. Kini, para anggota OPEC akan bertemu membahas pengurangan produksi dan pasokan minyak dunia. OPEC dan Rusia sedang mempelajari pemangkasan produksi 1,4 juta barel per hari. Di sisi lain, berlanjut turunnya harga minyak dunia memang menjadi insentif negara-negara net-importir minyak, seperti Indonesia. Mmakin kecilnya defisit impor migas, bisa memperkecil defisit neraca berjalan. Ini yang dua pekan terakhir telah memperkuat rupiah. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar