OUR Ocean Conference (OOC) 2018 akhir Oktober di Bali membahas dua isu, yakni illegal fishing dan polusi plastik di lautan. Membasmi illegal fishing, dalam empat tahun ini Indonesia telah menenggelamkan 488 kapal pelakunya. Sementara polusi plastik di lautan, tindakan mengatasinya baru direncanakan. Padahal, tumpukan menggunung plastik di lautan akan terurai menjadi mikroplastik yang kemudian menjadi makanan ikan. Akhirnya, karena manusia makan ikan, manusia juga menyantap mikroplastik. Dengan segala konsekuensi buruk terhadap kesehatannya. "Ini tentunya sangat membahayakan diri kita sendiri, karena kita makan ikan yang mengandung mikroplastik," tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dalam Global Ocean Leadership Panel di OOC 2018, yang dihadiri 5 kepala negara, 45 perwakilan pemerintah, dan ribuan delegasi. (Kompas.com, 1/10/2018) Betapa berbahaya tumpukan miliaran ton gunung-gunung plastik di lautan itu. Bahkan Presiden Jokowi saat membuat metafora kondisi dunia sekarang dengan serial Games of Thrones pada acara IMF di Bali, tumpukan sampah di lautan itu dijadikan salah satu tanda Winter is Coming, datangnya musim salju yang membawa kehancuran dunia akibat perubahan iklim global yang tak terkendali. Kembali di Bali, OOC 2018 sebagai konferensi kelautan terbesar di dunia berhasil melahirkan lebih dari 287 komitmen menyelamatkan lautan dengan nilai pembiayaan lebih dari 10 miliar dolar AS atau lebih Rp150 triliun. Momen itu mendorong negara-negara di dunia menciptakan 14 juta kilometer persegi kawasan konservasi laut, melebihi perkiraan sebelumnya. "Jumlah ini melebihi harapan kami," ujar Susi, di depan panel itu. "Kami berterima kasih atas kontribusi kolektif bapak ibu sekalian dalam menentukan masa depan laut dan isinya agar lebih lestari serta dikelola secara berkelanjutan." Susi mengatakan dalam menjaga kelestarian laut secara bertanggung jawab diperlukan koordinasi dan kerja sama antarnegara, terutama kerja sama internasional. "Indonesia belajar, tanpa adanya kerja sama dengan negara tetangga, apa yang kita lakukan belumlah cukup. Kita harus menyadari bukan laut yang membutuhkan kita, melainkan kita yang membutuhkan laut. Laut mampu memulihkan diri sendiri jika kita memberinya kesempatan," tegas Susi. Laut itu dua per tiga bumi, juga dua per tiga Tanah Air Indonesia. Untuk itu, OOC 2018 amat penting artinya bagi masa depan dunia, masa depan Indonesia. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar