DENGAN isu antimigran sebagai ujung tombak kampanyenya saat pilpres, Presiden AS Donald Trump kini makin kejam terhadap migran—pendatang mencari kerja ke negerinya. Ia memberi otorisasi baru kepada militer yang membantu polisi di perbatasan untuk menembak migran ilegal dengan senjata mematikan. Selain kewenangan baru kepada pasukan untuk menggunakan senjata mematikan, militer juga diperkenankan membantu pencarian, pengendalian massa, hingga penahanan jika ada massa yang berulah. Otoritas baru militer itu ditandatangani Kepala Staf Gedung Putih John Kelly. Sebelum ada kewenangan baru ini, militer terikat oleh Undang-Undang Posse Comitatum yang berlaku sejak 18 Juni 1878. Dalam UU tersebut militer dilarang melakukan penegakan hukum sipil seperti menangkap, mencari, dan memenjarakan kecuali perintah dari presiden. Militer yang ditempatkan di perbatasan tidak boleh membantu aparat penegak hukum, kecuali mereka sendiri dalam bahaya. Trump mengonfirmasi pemberian otoritas baru tersebut kepada wartawan dalam perayaan Thanksgiving (Hari Raya Syukuran) di vilanya Mar a-Lago, Florida. Trump mengatakan dia mengizinkan militer menembak migran. "Jika mereka harus melakukannya (menembak) saya memberikan izin. Saya harap mereka tak perlu," ujar Trump. (Kompas.com, 23/11/2018) Tanpa memberi bukti, Trump berkata mereka tidak punya piliham lain jika harus berhadapan dengan migran yang dilaporkan berjumlah antara 8.000 dan 10.000 orang. "Di dalam massa tersebut Anda harus berurusan dengan 500 pelaku kriminal. Selain itu mereka adalah orang-orang liar," tukas Trump merendahkan migran seperti diwartakan CNN. "Jadi kami tak punya pilihan." Dikonfirmasi, Menteri Pertahanan James Mattis menyatakan hingga saat itu mereka belum menerima permintaan menggunakan senjata mematikan dari Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Sampai permintaan resmi itu datang, militer AS bakal menggunakan peralatan antihuru-hara seperti perisai dan tongkat pemukul. Trump mengerahkan 5.800 personel militer untuk membantu polisi perbatasan menghalau migran dari Amerika Tengah. Mereka kebanyakan dari El Salvador, Guatemala, dan Honduras, menyeberang melalui Meksiko. Mereka hendak mencari suaka di AS, melarikan diri dari kekerasan geng dan persekusi yang mereka alami di negeri asal. Tapi yang mereka temukan justru realitas kontroversial, AS negara yang didirikan oleh kaum migran itu, kini menolak migran bahkan menghabisi mereka dengan senjata mematikan.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar