TARIF penerbangan dalam negeri secara umum naik, baik penumpang maupun kargo. Selain penumpang protes, orang Aceh ke Jakarta lewat Kuala Lumpur, asosiasi perusahaan kargo udara juga mengancam pengiriman kargo udara akan dihentikan karena tingginya tarif yang dikenakan maskapai. Semua itu memperkuat gejala ambang krisis yang dihadapi bisnis penerbangan domestik. Gejala awalnya dimulai dengan "menyerahnya" manajemen Sriwijaya Air untuk bergabung dengan Garuda karena biaya perawatan pesawat yang terus membengkak. Itu disusul keputusan Lion Air memberlakukan bagasi berbayar untuk menambah penerimaan perusahaannya, yang efektif berlaku mulai hari ini, 22 Januari 2019. Langkah sejumlah maskapai itu, utamanya menaikkan harga tiket pesawat, jelas sebagai upaya menghindari kian parahnya ambang krisis yang dialami bisnis penerbangan nasional. Ari Askhara, ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA) yang juga dirut Garuda, menyatakan tingginya harga bahan bakar avtur menjadi faktor utama kalangan maskapai menaikkan harga tiketnya. "Komposisinya itu untuk fuel 40% sampai 45% di biaya operasional kami," ujar Ari. (Kompas.com, 15/1/2018) Harga avtur menurut situs Pertamina Aviation tidak sama di setiap bandara. Di Bandara Cengkareng Rp8.410/liter. Di Aceh Rp9.800/liter. Sedang di Biak Rp11.280/liter. Harga itu masih ditambah PPN 10% dan PPh 0,3%. Namun, usul Ari agar harga avtur diturunkan ditolak Menteri BUMN Rini Soemarno karena avtur sudah pada harga keekonomiannya. Untuk menurunkan harga tiket, menurut Rini, bisa melalui pengurangan tarif pendaratan pesawat (landing fee). (Katadata, 16/1/2018) Tapi tarif landing fee belum masuk faktor krusial dalam bisnis penerbangan. Selain avtur, biaya lain yang besar adalah leasing pesawat, biaya perawatan pesawat, dan gaji pegawai. "Struktur cost, itu banyak variabel, tergantung volatilitas kondisi market internasional karena pembayaran dalam bentuk dolar AS," kata Ari. Dengan beban biaya sedemikian, menurut Ari, meski menerapkan harga tiket pesawat di ambang batas maksimal tarif batas atas yang telah ditentukan pemerintah, Garuda masih merugi. Pasalnya, tarif batas atas yang ada belum pernah naik sejak 2016. Sementara biaya operasional maskapai penerbangan terus melonjak. Untuk mengatasi kerugian dari harga tiket pesawat, Garuda melakukan inovasi dengan meningkatkan bisnis kargo dan advertising. Tapi pengusaha bisnis kargo protes tingginya tarif.***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar