ARUS modal asing masuk ke Indonesia medio awal Januari 2019 cukup deras. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan capital inflow lewat surat berharga negara (SBN) sebesar Rp11,48 triliun (Katadata, 18/1). Sementara net buy asing di pasar saham mencapai Rp11,54 triliun (Kontan.co.id, 20/1). Total modal masuk Rp23 triliun. Sentimen positif yang menaikkan kurs rupiah terhadap mata uang utama dunia di awal tahun itu, masih diperkuat lagi dengan hasil lelang surat utang negara (SUN) 15 Januari 2019. Menurut siaran pers Kementerian Keuangan, hasil lelang hari itu mencapai total penawaran yang masuk sebesar Rp55,67 triliun. (djppr.kemenkeu.go.id, 15/1) Capital inflow yang terus berlanjut hingga tahun ini, menurut Gubernur BI, membuktikan kepercayaan investor global terhadap Indonesia. Kepercayaan pasar tersebut merupakan respons atas kebijakan BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemerintah. Selain itu, investor menilai prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dan stabilitas terjaga. Kepercayaan investor global terhadap pasar Indonesia juga tecermin dari persepsi acuan risiko investasi atau credit default swap (CDS). CDS obligasi pemerintah Indonesia dengan obligasi Amerika Serikat (AS), US Tresury, selisih 126,3 poin pada awal bulan ini. Namun pekan lalu, CDS ini turun menjadi 124,1 poin. "Jadi ada perbaikan premi risiko yang disebut CDS," ujar Perry. Namun, betapa pun kuatnya sentimen positif pada awal tahun ini, penguatan rupiah selama dua pekan akhirnya tertahan dan jadi melandai pekan lalu. Itu terjadi karena hadir sentimen negatif, rilis data defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 sebesar 8,57 miliar dolar AS. Sentimen negatif ini susah memperbaikinya karena kandas oleh batasan waktu tahun berlakunya. Tahun ini buka lembaran baru lagi, selain harus menjaga kinerja lebih baik, juga mengatasi beban limpahan tahun lalu itu. Arus modal yang masuk cukup deras pada awal tahun itu menumbuhkan optimisme untuk mampu mengatasi limpahan beban masa lalu itu. Penyebab defisit neraca perdagangan tahun lalu bisa dimaklumi karena terlalu banyak impor barang modal (teknologi) untuk pembangunan infrastruktur guna mengejar ketinggalan infrastruktur negeri kita dari negara-negara tetangga. Meski demikian, untuk tahun ini dan ke depan kita harus selalu menjaga keseimbangan neraca perdagangan maupun neraca pembayaran Indonesia (NPI). Itu demi hasil pembangunan infrastruktur bisa menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar