SETELAH terpuruk hingga 420 dolar AS per ton akhir November 2018, harga crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah) mencoba bangkit pada lelang pertama Bursa Derivatif Malaysia di 2 Januari 2019. Untuk kontrak Maret 2019, harga CPO menjadi 2.167 ringgit Malaysia atau setara 522 dolar AS/ton dengan kurs 4,15 ringgit/dolar AS. Naiknya harga CPO pada awal tahun itu menurut CNBC Indonesia (2/1), didominasi sentimen positif dari India. Hari terakhir 2018 (31/12), Pemerintah India mengumumkan pemotongan bea impor CPO dari negara-negara Asia Tenggara yang efektif berlaku 1 Januari 2019. Bea impor minyak sawit mentah turun dari 44% ke 40%, untuk hasil olahan minyak sawit turun dari 54% ke 45%. Tarif baru tersebut jelas dinikmati kiriman hasil olahan minyak sawit milik Unilever Oleochemical Indonesia, Bakrie Sumatera Plantations, dan Procter and Gamble (P&G), yang dimuat kapal Wan Hai 505 berbobot 50 ribu ton yang berangkat dari Pelabuhan Kuala Tanjung menuju India 28 Desember 2018. Turunnya bea impor CPO dan hasil olahannya itu diharapkan mampu mendongkrak naik kembali harga tandan buah segar (TBS) petani di Tanah Air. Dasarnya, India merupakan negara dengan jumlah impor CPO terbesar di dunia, mencapai 15,5 juta ton per tahun. Dengan bea impor yang makin murah, sewajarnya jika permintaan akan meningkat. Namun, para pedagang seperti dilansir Reuter memprediksi, kenaikan harga CPO akibat potongan bea impor India tidak akan berlangsung lama. Alasannya, cadangan CPO di Asia Tenggara masih tinggi. Malaysia mencatatkan cadangan CPO dari Mei hingga November 2018 sebesar 3,01 juta ton. Sementara Indonesia, cadangan CPO naik 30,47% (yoy) menjadi 4,41 juta ton. Meningkatnya cadangan CPO kedua negara produsen terbesar di dunia itu karena peningkatan produksi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan peningkatan produksi bulanan 2,04% menjadi 4,51 juta ton pada Oktober 2018. Sementara produksi bulanan CPO Malaysia meningkat menjadi 1,96 juta ton pada Oktober 2018. Dengan harga baru CPO 522 dolar AS/ton, jika terealisasi pada kontrak Maret 2019, pungutan ekspor CPO yang sekarang "dinolkan" akan berlaku lagi pada kriteria 500—549 dolar AS/ton sebesar 25 dolar AS/ton dan turunan 1 senilai 10 dolar AS/ton dan turunan 2 sejumlah 5 dolar AS/ton. Sekalipun pengusaha inti atau pabrikan harus memenuhi pungutan ekspor pada harga CPO yang mepet itu, diharapkan tetap memberikan harga yang baik untuk TBS petani.***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar