Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Humor Receh, untuk Pelipur Lara!

SENIN pagi buka internet disuguhi berita: Tiga tanda alam Jokowi bakal kalah pilpres. Salah satunya, tahi burung jatuh di kap mobil Ferdinand Hutahaean. Sampai situ saya scroll ke atas mencari tahu sumber beritanya. Ternyata mojok.co, saya pun tertawa sendiri. Kebetulan malam sebelumnya seorang teman men-japri tulisan dari mojok.co tentang humor receh. Rupanya saya sedang terkecoh humor receh mojok.co. Dari tulisan mojok.co yang di-japri teman itu bisa disimpulkan, humor receh itu pelipur lara untuk mengalihkan pembaca dari ketegangan persaingan Pemilu 2019 di media sosial (medsos) dengan membuat pembaca senyum. Dan senyum itu telah saya dapatkan dari mojok.co: hasil pilpres yang rumit selesai dengan tahi burung yang jatuh ke kap mobil politikus. Humor receh sebetulnya merupakan pelarian dari banjir berita bohong, hoaks, yang serbaserius. Pelarian utamanya untuk menghindari terjebak ikut memainkan hoaks yang ancaman hukumannya berat, pakai UU ITE. Kasus Ratna Sarumpaet terbayang di benak netizen jika mau sharing di internet. Untuk menghindari itu netizen membuat meme sekenanya, asal konyol bunyinya. Mema asal bunyi pun memenuhi medsos, utamanya Facebook (FB). Namun ada juga netizen yang ketinggalan zaman, kolom meme berwarna di FB itu ia isi postingan serius menyerang lawan politik. Padahal sudah lazim, kolom meme itu hanya untuk guyon. Humor receh memang untuk mengendurkan saraf netizen dari ketegangan akibat permainan keras dalam konkurensi politik di medsos. Sekaligus, mengurangi porsi hoaks serius di medsos. Bahkan kalau meme humor receh makin dominan di medsos, hoaks serius akan lebih cepat tenggelam dan pengaruhnya ke publik pun tidak terlalu kuat lagi. Di lain sisi, humor receh juga bisa menjadi pelipur lara, pelampiasan kekesalan. Semisal, seorang pilitikus kesal tiga bulan kampanye ngotot habis, eletabilitas calon yang ia dukung tak kunjung naik. Bahkan, dari sembilan lembaga survei selain yang stagnan, malah ada pula yang mencatat terjadinya penurunan elektabilitas. Itu membuat pandangan si politikus menerawang langit dan seketika melihat awan putih. Ia padankan gumpalan awan putih itu berbentuk sesuai dengan harapannya. Terbayanglah olehnya seperti calon yang ia dukung memakai topi koboi. *** Maka ia posting gambar awan itu ke medsos dengan tulisan, pertanda alam calonnya bakal menang. Kekesalannya pada elektabilitas yang malah turun itu pun berubah menjadi hiburan yang menyenangkan hatinya.

0 komentar: