Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ekonomi Syariah Versus Derivatif!

DEBAT calon wakil presiden (cawapres) Minggu ini akan merepresentasikan dua sistem ekonomi. Cawapres 01, KH Ma'ruf Amin, mentor ekonomi syariah, di MUI ikut menyusun aturannya. Sedang cawapres 02, Sandiaga Uno, pemain ekonomi derivatif, menjadi kaya dari jual beli saham skala besar. Menariknya, menurut ahli, prinsip derivatif itu bersumber dari ekonomi Islam. Seperti tulisan Pusat Kajian Ekonomi Bisnis Syariah (PKEBS) FEB-UGM (2/7/2018), prinsip-prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang meliputi tauhid (keimanan), 'adl (keadilan), nubuwah (kenabian), khilafah (pemerintah), dan ma'ad (hasil). Dari lima nilai universal tersebut dibangun tiga prinsip derivatif, yaitu kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau berusaha (freedom to act), serta keadilan sosial (social justice). Dari situ bisa dikatakan, ekonomi Islam (syariah) dan ekonomi derivatif dua sisi sekeping uang. Namun, menjadi masalah kemudian isi dalam praktiknya. Isi ekonomi syariah dalam praktiknya bebas riba, sedangkan isi ekonomi derivatif dalam praktiknya bahkan ada yang bernapas dengan capital gain, yang menurut definisi syariah tergolong riba. Capital gain adalah kenaikan harga saham yang terjadi akibat sentimen positif/negatif yang dipicu isu-isu ekonomi atau nonekonomi. Jadi, kenaikannya bukan diperoleh sebagai hasil dari kegiatan usaha. Hasil dari kegiatan usaha yang dibagikan kepada para pemegang saham disebut dividen. Tapi itu hanya dalam ekonomi derivatif tertentu. Di Indonesia telah banyak cabang ekonomi derivatif yang berhasil disyariahkan, dibersihkan dari riba: dari sukuk atau obligasi syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan lainnya. Dengan demikian, ekonomi syariah tidak ketinggalan zaman. Sebaliknya, menjadi jangkar etika-moralitas (akhlakul karimah) dalam kemajuan ekonomi mewujudkan kemaslahatan umat yang berpegang teguh pada prinsip tauhid: bahwa semua yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Untuk itu harus ditegakkan prinsip 'adl (adil), tidak menzalimi pihak lain demi memperoleh keuntungan pribadi. Dengan prinsip nubuwah meneladani sifat dan sikap Nabi dalam melakukan segala aktivitas di dunia. Sedangkan prinsip khilafah (pemerintahan) berperan memastikan tak ada distorsi sehingga perekonomian berjalan dengan baik. Dan prinsip ma'ad (hasil), dalam Islam hasil (laba) yang diperoleh di dunia juga menjadi laba di akhirat. (Besambung)

0 komentar: