Artikel Halaman 8, Lampung Ost Rabu 18-09-2019
Ada Pula Penikmat Rupiah Lemah!
H. Bambang Eka Wijaya
RUPANYA ada pula orang yang menikmati lemahnya kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS, hingga mereka justru mencemaskan terjadinya penguatan pada rupiah. Hal itu terungkap dari ucapan Menko Perekonomian Darmin Nasution ketika pekan lalu rupiah menguat sampai Rp13.914/dolar AS.
Darmin meminta kepada para eksportir untuk tidak mengkhawatirkan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Menurut dia, nilai tukar rupiah masih dalam level kompetitif.
"Ya arahnya memang begitu. Jangan begitu, belum apa-apa sudah khawatir," kata Darmin dikutip detik.com (13/9/2019).
Kekhawatiran para eksportir terhadap penguatan rupiah karena akan mengganggu nilai jual produk ekspor mereka. Jika rupiah menguat, nilai ekspor dalam mata uang dolar AS menjadi lebih mahal.
"Kan kita itu kan setahun, awal 2018 kurs kita itu Rp13.400 atau Rp13.500, masa sekarang Rp14.000 atau dekat-dekat 13.900 sudah khawatir, ngerti enggak? Kalau sudah Rp13.400 atau Rp13.300, boleh khawatir," ungkap Darmin.
Pada penutupan pasar akhir pekan lalu mata uang rupiah memang menguat 0,43% dan menjadi terkuat kedua di Asia setelah yuan. Peluang penguatan rupiah terbuka oleh tren kebijakan moneter global yang cenderung melonggar. Hari itu, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) menurunkan suku bunga acuan 10 basis poin menjadi -0,5%.
Lebih dari itu, Presiden ECB Mario Draghi dan dewan gubernurnya juga memutuskan untuk menjalankan kembali program pembelian surat-surat berharga alias quantitative easing sebagai stimulus ekomomi.
"Kami memperkirakan suku bunga acuan akan tetap rendah seperti sekarang atau bahkan lebih rendah lagi sampai kami memperkirakan inflasi mendekati 2%. Dewan juga memutuskan untuk memulai kembali program pembelian aset senilai 20 miliar euro per bulan mulai 1 November. Kami memperkirakan program ini akan terus berlangsung selama mungkin dan baru mengakhirinya sebelum suku bunga acuan mulai dinaikkan," keterangan tertulis ECB dikutip CNBC (13/9/2019).
Kebijakan pelonggaran moneter yang mungkin relatif panjang itu, bisa membantu rupiah lepas dari tekanan ketidakpastian global. Apalagi kalau tweet Trump ke The Fed agar mengikuti langkah ECB segera menurunkan suku bunga acuan bisa mendorong The Fed lebih cepat dari jadwal penurunan suku bunga acuannya.
Dengan suku bunga minus dipertajam di Eropa dan pelonggaran moneter diikuti The Fed, rupiah dengan imbal hasil obligasi pemerintah 7,25% bisa menjadi 'safe haven' bagi investor dari kawasan itu. ***
0 komentar:
Posting Komentar