Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 28-09-2019
RUU yang Batasi Petani Disahkan!
H. Bambang Eka Wijaya
RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) yang oleh organisasi dan lembaga petani serta akademisi sejumlah pasalnya dinilai membatasi gerak dan berpotensi menjerat petani kecil (kriminalisasi) sekaligus mengancam keanekaragaman sumber daya hayati di Indonesia, disahkan DPR dan Pemerintah Selasa (24/9/2019).
Itulah kado pahit bagi petani di Hari Kelahiran UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (24 September) yang kini diabadikan menjadi Hari Tani Nasional. Tentu saja, seperti sejumlah RUU kontroversial yang digesa pengesahannya di akhir masa tugas DPR 2014-2019, RUU ini juga diretorikakan oleh DPR dan Pemerintah untuk melindungi petani.
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa (Kompas, 25/9/2019), UU SBPB menjadi ancaman bagi petani, terutama petani pemulia benih. "Ada pasal-pasal yang mengancam pengembangan varietas yang dihasilkan petani kecil," ujar Dwi.
Manajer Ekosistem Pertanian Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) Puji Sumedi mengatakan, UU SBPB ini kembali membuka peluang kriminalisasi petani, terutama masyarakat yang turun-temurun mengumpulkan dan memuliakan benih.
"Betul, bahwa pada undang-undang itu ada pengecualian bagi petani kecil, tetapi pada bagian lain justru membatasi petani kecil," kata Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah.
Sejumlah pasal menjadi sorotan petani. Pasal 27 ayat 3, misalnya, mengharuskan petani kecil yang mencari dan mengumpulkan sumber daya genetik lapor kepada pemerintah. Pada pasal lain, varietas hasil pemuliaan petani kecil hanya dapat diedarkan terbatas dalam satu wilayah kota/kabupaten.
Klausul tersebut bertentangan dengan putusan MK Nomor 99/PUU-X/2012 atas Uji Materi UU Nomor 12 Tahun 1992 Sistem Budidaya Tanaman di mana petani kecil diperbolehkan mengedarkan varietas hasil pemuliaan ke komunitasnya dan tak dibatasi wilayah.
Petani kecil dalam RUU SBPB didefinisikan sebagai seseorang yang sehari-hari mendapat penghasilan hanya dari sektor pertanian. Padahal petani 'zaman now' selain tak terlepas dari kelompok tani, atau koperasi, bahkan terakhir BUMDes, yang bisa membuat sebuah temuan dengan kekuatan broadband bukan hanya melintas kabupaten, malah bisa melanglang buana.
UU yang sedemikian membuat rakyat seperti katak di bawah tempurung itu, jelas tak layak lagi bagi masyarakat Indonesia yang berkemajuan. ***
0 komentar:
Posting Komentar