Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Analisis Pakar, Tsunami Longsoran Anak Krakatau!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 15-09-2019
Analisis Pakar, Tsunami
Longsoran Anak Krakatau!
H. Bambang Eka Wijaya

ANALISIS terbaru foto-foto satelit yang diambil sebelum, pada saat, dan setelah Gunung Anak Krakatau (GAK) memicu longsornya lereng penyebab tsunami Selat Sunda 22 Desember 2018, dirilis Dr. Rebecca William dari Hull University, Inggris, di Jurnal Geology terakhir, dikutip wartawan sains BBC News Jonathan Amos (4/9/2019).
Simpul kajian itu menyebut, volume materi yang jatuh ke air sebenarnya relatif kecil, tetapi gelombang yang ditimbulkan menghancurkan wilayah sekitar Selat Sunda, dengan tingkat kerusakan sama dengan skala kejadian lebih besar.
Catatan kita atas simpul tersebut, mitigasi bencana GAK memang tak sebanding dengan skala bencana yang terjadi. Karena itu tidak meleset simpul kajian itu, dampak longsoran GAK ke laut semula dipandang remeh.
Sehingga, lebih 400 orang meninggal dalam bencana tsunami 22 Desember 2018, 7.000 orang lainnya terluka dan hampir 47.000 orang mengungsi dari rumah mereka. Semua itu cerminan kurang efektifnya mitigasi bencana GAK saat itu.
Foto terpenting dalam kajian William adalah dari satelit Sentinel-1a milik Uni Eropa yang melewati atas GAK delapan jam setelah lereng bagian barat longsor ke laut, dan sebelum puncak gunung setinggi 340 meter tersebut ambruk.
Melalui foto ini tim William bisa menghitung dengan akurat volume materi yang hilang saat longsor, serta mengkaji tahapan kejadian yang kemudian menciptakan gundukan setinggi 100 di atas permukaan laut.
Volume daratan yang longsor diperkirakan sekitar 0,1 km3. Ini adalah sepertiga dari volume yang diperkirakan memicu tsunami yang terjadi 22 Desember.
Tahun 2012 para ilmuwan telah membuat model terkait apa yang akan terjadi jika lereng barat GAK longsor.  Mereka bahkan telah memperkirakan tinggi dan waktu kedatangan gelombang di garis pantai.
Perkiraan tersebut ternyata cukup akurat. Mereka memperkirakan tsunami menghasilkan massa sebesar 0,3 km3.
"Kemungkinan terdapat sejumlah kesalahan dalam rinciannya, tetapi kami yakin bahwa tsunami disebabkan oleh porsi yang sangat kecil dari lereng yang longsor," jelas William.
William mengakui kebanyakan model tsunami yang ada saat ini tidak bisa mereproduksi kejadian 22 Desember dengan menggunakan pergerakan volume seberat 0.1 km3, meskipun ada simulasi satu tim di Prancis dengan menggunakan volume seberat 0,15 km3.
"Saya meragukannya. Model yang ada saat ini meremehkan kemampuan longsoran gunung berapi untuk memicu tsunami yang lebih besar," ujarnya. ***


0 komentar: