Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 13-10-2019
2 Juta Buzzer Beraksi
di Negeri Tirai Bambu!
H. Bambang Eka Wijaya
DI Indonesia dengan buzzer (pasukan siber) bekerja sembunyi saja warga pusing oleh disinformasi, hoaks, plintiran manipulasi berita yang mereka lakukan. Di Negeri Tirai Bambu, Tiongkok, terdapat dua juta buzzer beraksi di media sosial setempat. Mayoritas buzzer bekerja untuk propaganda pemerintah dan partai berkuasa.
Laporan hasil penelitian Oxford berjudul Global Disinformation Order 2019; Global Inventory of Organized Social Media Manipulation, yang menunjukkan pesatnya disinformasi di dunia global saat ini, pasukan siber (buzzer) Tiongkok masuk kelas atas. Yakni bekerja dalam tim profesional dengan pendanaan yang besar.
Seperti diberitakan Channel News Asia dikutip Kompas.com (5/10/2019), Tiongkok mulai mengalihkan perhatian ke media sosial skala global. Selama ini, kelompok buzzer Beijing fokus kepada media sosial lokal seperti WeChat dan Weibo. Namun mereka juga merambah Twitter dan Facebook.
"Pada 2019 pemerintah Tiongkok mulai fokus menangkal demonstran Hong Kong, di mana aksi pro-demokrasi dipandang sebagai gerakan radikal tanpa dukungan rakyat," ungkap laporan peneliti Oxford.
Temuan itu diperkuat keterangan Twitter dan Facebook soal adanya propaganda yang didukung pemerintah Tiongkok. "Kami menemukan adanya operasi informasi yang didukung negara yang berfokus pada pergerakan protes dan seruan mereka akan perubahan politik," ujar Twitter.
"Kami mengidentifikasi sejumlah besar akun yang mempunyai perilaku mirip serta terkoordinasi untuk memperkuat yang berkaitan dengan aksi protes di Hong Kong," tambah Twitter.
Sementara Facebook menyatakan mereka sudah menghapus tiga group, tujuh laman, dan lima akun dari Tiongkok yang diyakini bagian dari kampanye untuk melawan demonatrasi Hong Kong. Kepala kebijakan keamanan siber Facebook, Nathaniel Gleicher mengatakan pelaku menggunakan 'taktik menipu' seolah menjadi kantor berita dan mengundang orang ke mereka.
"Secara teratur, mereka mengunggah soal pandangan politik maupun isu yang berkaitan dengan topik soal protes yang tengah terjadi di Hong Kong," ungkap Gleicher.
Sepanjang tahun ini, ada 70 negara yang diketahui menggunakan pasukan siber. Meningkat dari 48 negara pada 2018, dan 28 negara pada 2017.
Sementara di Indonesia, menurut laporan Global Disinformation Order, para buzzernya merupakan pemain bayaran, dengan kontrak bervariasi dari Rp1 juta hingga 50 juta. Buzzer Indonesia masuk kelas bawah, sekelas Kolombia dan Zimbabwe. Norak! ***
0 komentar:
Posting Komentar