Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 09-10-2019
Minyak Goreng Curah Dilarang!
H. Bambang Eka Wijaya
MJLAI Januari 2020 warung dilarang menjual minyak goreng curah. Alasan larangan itu, karena berbahaya bagi kesehatan, bisa dicampur dengan minyak goreng bekas. Pemerintah menetapkan, yang boleh dijual hanya minyak goreng dalam kemasan dari produsen yang terjamin kualitasnya.
Peraturan ini tentu saja baik bagi menjamin kualitas konsumsi dan kesehatan masyarakat. Tapi tanpa dibuatkan pengecualian, bisa mematikan usaha pembuatan minyak goreng rakyat di desa, baik minyak klentikan maupun kopra.
Tanpa pengecualian yang tegas nantinya akan dengan mudah aparat menyita minyak buatan rakyat itu dari pasar. Padahal, industri rakyat membuat minyak goreng secara rumahan itu telah berlangsung sejak dahulu kala. Sekalian belondo (ampas minyak klentikan) dan tempe bungkil (ampas kopra) juga telah menjadi makanan tradisional rakyat, yang langsung musnah bersama matinya industri rakyat pembuatan minyak goreng.
Di sisi lain, pabrik-pabrik besar minyak goreng kemasan 'branded' mendapat tambahan pangsa pasar dengan membuat kemasan saset ukuran kecil. Ini untuk warga di bawah garis kemiskinan yang selama ini membeli minyak goreng curah di warung secara cantingan--untuk sekali memasak.
Minyak goreng curah selama ini sebenarnya juga berasal dari pabrik-pabrik lokal. Mereka menyalurkan minyak curah memakai mobil tangki warna kuning. Di distributor minyak curah dicor ke dalam drum isi 200 liter. Lalu oleh distributor dibagikan ke warung-warung dalam kaleng tertutup isi 15 liter.
Di jalur distribusi seperti itu, titik rawan pencampuran minyak bekas hanya ada di distributor. Tapi untuk kondisi daerah-daerah seperti Lampung yang tidak punya restoran besar penghasil minyak goreng bekas yang masif, kemungkinan pencampuran minyak goreng bekas yang dijual di warung-warung kecil sekali.
Berarti hal itu hanya mingkin terjadi di kota besar yang punya banyak restoran besar dengan minyak goreng bekaa yang masif. Tapi amat keterlaluan kalau ada orang hanya mau mencari keuntungan tega mencampur minyak goreng bekas ke minyak goreng curah yang dijual di warung-warung. Sebab, sebenarnya lebih untung jelantah atau minyak goreng bekas itu diolah menjadi biodiesel, seperti di Bogor yang digunakan bis kota Trans Pakuan.
Celakanya kalau benar ada pengusaha yang mencampur minyak bekas ke minyak goreng curah, kenapa selama ini aparat kok permisif, pelakunya tak ada yang ditangkap dan diadili? Tiba-tiba malah minyak goreng curahnya yang dilarang. ***
0 komentar:
Posting Komentar