Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 02-10-2019
Hak Hidup Rakyat Dipecundangi!
H. Bambang Eka Wijaya
WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan lembaga penggiat lingkungan lainnya terkejut, UU mineral dan batubara (minerba) telah disahkan DPR. Padahal isi UU tersebut 90% hanya menguntungkan korporasi, sedangkan hak-hak hidup rakyat dipecundangi.
Bahkan pada pasal 116 dan 162, rakyat dikriminalisasi: siapa saja yang menghalangi pertambangan akan dianggap sebagai orang yang melakukan tidak kriminal. Tanpa kecuali yang melakukan protes itu masyarakat sekitar.
Sebaliknya, fasilitas dan benefit disiapkan buat korporasi: pada pasal 106 insentif fiskal dan nonfiskal diberikan kepada perusahaan yang mengelola mineral dan batubara. Terkesan kuat, implementasi konstitusi di UU ini bunyinya menjadi kekayaan alam negeri untuk sebesar-besarnya kemakmuran kapitalis.
"Ini kan artinya didukung tuh para pengusaha ataupun investor yang mau buka lahan usaha tambang batubara. Padahal, seharusnya ditekan yang begitu itu, karena sebenarnya kan ada RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) penggunaan barubara itu dikurangi," ujar Merah Johnson, dari Jaringan Advokat Tambang. (Kompas.com, 27/9/2019)
Pengesahan UU Minerba yang sempat secara jelas dinyatakan Presiden Jokowi ditunda bersama RUU lainnya, disoroti Dwi Saung dari Walhi. Sesuai data yang didapat Walhi, instansi pemerintah yang terkait pengesahan RUU Minerba tersebut tidak semuanya hadir dan ikut menandatangani pengesahan karena memang ada hal yang tidak relevan dan harus dibenahi.
Para pegiat lingkungan sepakat untuk menolak pengesahan RUU Minerba dan meminta isi pembahasan dalam RUU tersebut dikaji ulang dengan melakukan survei langsung terhadap masyarakat yang akan terkena imbasnya.
"Ya mana bisa pengesahannya saja dilakukan di malam hari, hanya dikepalai oleh Sekretaris Jenderal tanpa ada Menteri (Energi dan Sumber Daya Mineral RI), dan ada instansi yang tidak tanda tangan bahkan tidak hadir karena memang enggak sesuai, salah satunya Kementerian Perindustrian," kata Advokat Auriga Nusantara, Hendrik Siregar.
Alasan penolakan antara lain dikemukakan Merah Johnson, "Komposisinya masih 90% berada pada pengusaha dan investor. Kita tidak melihat ruang harmonisasi bagi rakyat, tidak ada komposisi bagi rakyat ataupun hak veto rakyat tidak dipertimbangkan dalam hal ini."
Selain itu, lanjutnya, tidak ada pasal yang mengatur hak-hak masyarakat adat dalam RUU Minerba. Padahal, di Indonesia masih banyak daerah yang memiliki pengaturan adat terhadap wilayah mereka tinggal. ***
0 komentar:
Posting Komentar