Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Covid-19 + PEN Telan Biaya Rp905 Triliun!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 23-06-2020
Covid-19 + PEN Telan Biaya 905 Triliun!
H. Bambang Eka Wijaya

"PROGRAM penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diperkirakan akan memakan biaya sebesar Rp905,10 triliun," tulis Menkeu Sri Mulyani di akun Instagramnya @smindrawati Jumat (19/6/2020).
Angka itu menunjukkan biaya penanganan Covid-19 dan PEN terus membengkak, bahkan cukup pesat. Awalnya, biaya yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp405,1 triliun. Kemudian dinaikkan menjadi Rp677,2 triliun dengan peningkatan stimulus di bidang kesehatan, stimulus perpajakan, hingga bantuan pembiayaan untuk UMKM.
Ternyata itu saja belum cukup. Pemerintah menganggarkan lagi bantuan untuk korporasi seperti BUMN dan perusahaaan padat karya. Junlah anggaran pun membengkak jadi Rp686,2 triliun.
Kenaikan anggaran tersebut terjadi karena ada peningkatan cadangan belanja untuk sektoral serta tambaham stimulus belanja untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp8,9 triliun.
Tadinya anggaran sektoral kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp97,11 triliun. Tapi pemerintah kembali menaikkan anggaran untuk K/L dan Pemda jadi sebesar Rp106,11 triliun. Selain itu juga menaikkan anggaran untuk pembiayaan korporasi yang tadinya 44,57 triliun menjadi Rp53,57 triliun.
Semua itu masih belum cukup juga. "Karena ternyata dampak Covid-19 itu meluas. Kita sudah beri bantuan untuk UMKM dengan nilai pinjaman di bawah Rp10 miliar, sekarang fokus juga ke korporasi padat karya dengan pinjaman di bawah Rp1 triliun," tulis Sri.
Apa yang tersirat di balik catatan Sri Mulyani itu? Pertama, anggaran penanganan Covid-19 dan PEN yang amat pesat membengkak, hingga bisa diduga angka Rp905,10 triliun itu juga belum final, bisa saja nantinya tembus labih Rp1.000 triliun.
Kedua, terkesan penanganan Covid-19 dan PEN dijadikan kesempatan semua sektoral (K/L)  untuk menarik dana maksimal, mungkin ada yang "mumpung" kesalahan penggunaan dananya dijamin UU untuk tidak diseret hukum.
Harapan tentunya, asumsi kedua itu tidak benar. Sebab, ketika semua anggraran tersebut benar-benar efektif dan efisien penggunaannya pun, bebannya 10 tahun ke depan pada APBN sangat berat.
Di depan Badan Anggaran DPR Kamis (18/6) Sri Mulyani mengungkap makin dalamnya defisit APBN yang mengacu Perpres Nomor 54 tahun 2020 menjadi Rp1.039,2 triliun atau menjadi 6,34% dari Produk Domestik Bruto.
Gawatnya, semua itu dipenuhi dari dana utangan, yang salah satunya digali lewat Surat Utang Negara (SUN) yang ditargetkan rahun ini sebesar Rp1.006,4 triliun. ***

0 komentar: